Kamis, 01 Desember 2011

PERTANGGUNGJAWABAN PERSEKUTUAN KOMANDITER ATAU COMANDITAIRE VENNOOTSCHAP (CV) DALAM HAL TERJADINYA KERUGIAN

PERTANGGUNGJAWABAN PERSEKUTUAN KOMANDITER ATAU COMANDITAIRE VENNOOTSCHAP (CV) DALAM HAL TERJADINYA KERUGIAN

Oleh: Bisdan Sigalingging, SH, MH
Dosen Hukum Pasar Modal pada Fakultas Hukum
Universitas Dharmawangsa Medan

A.     LATAR BELAKANG
Dilihat dari kriteria jumlah pemilik, perusahaan diklasifikasikan menjadi perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan. Perusahaan perseorangan didirikan dan dimiliki oleh satu orang pengusaha, sedangkan perusahaan persekutuan didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha yang bekerja sama dalam satu persekutuan (maatschap, partnership). Adapun jika dilihat dari status kepemilikannya, perusahaan diklasifikasikan menjadi perusahaan swasta dan perusahaan negara. Perusahaan swasta didirikan dan dimiliki oleh pihak swasta, sedangkan perusahaan negara didirikan dan dimiliki oleh negara yang lazimnya disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).[1]
Perusahaan diklasifikasikan berdasarkan bentuk status hukumnya menjadi perusahaan badan hukum dan perusahaan bukan badan hukum. Perusahaan badan hukum ada yang dimiliki oleh pihak swasta misalnya Perseroan Terbatas (PT) dan koperasi, ada pula yang dimiliki oleh negara yaitu Perusahaan Umum (Perum) dan Perusahaan Perseroarangan (Persero). Perusahaan yang berbadan hukum PT dan Koperasi selalu berupa persekutuan, sedangkan perusahaan yang bukan berbadan hukum dapat berupa perusahaan perseorangan dan perusahaan persekutuan dan hanya dimiliki oleh pihak swasta. Berdasarkan klasifikasi tersebut, dapat ditentukan bahwa ada tiga jenis bentuk hukum perusahaan, yaitu: Perusahaan Perseorangan (Persero), Perusahaan Badan Hukum, dan Perusahaan Bukan Badan Hukum[2]
Perusahaan perseorangan adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perseorangan. Perusahaan perseorangan dapat mempunyai bentuk hukum menurut bidang usahanya, yaitu perusahaan perindustrian, perusahaan perdagangan, dan perusahaan perjasaan.[3] Perusahaan badan hukum terdiri dari perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara kerja sama sedangkan perusahaan negara didirikan dan dimiliki oleh negara. Perusahaan badan hukum dapat menjalankan usaha terhadap semua bidang perekonomian, yaitu perindustrian, perdagangan, perjasaan, dan pembiayaan. Perusahaan ini memiliki bentuk hukum seperti PT dan Koperasi yang dimiliki oleh pengusaha swasta sedangkan Perum dan Persero dimiliki oleh negara.[4]
Perusahaan bukan badan hukum adalah perusahaan swasta yang didirikan dan dimiliki oleh beberapa orang pengusaha secara bekerja sama. Bentuk perusahaan ini merupakan perusahaan persekutuan yang dapat menjalankan usaha dalam bidang perekonomian, misalnya perindustrian, perdagangan, dan perjasaan. Bentuk perusahaan persekutuan dapat berupa Firma (Fa) dan Persekutuan Komanditer atau Comanditaire Vennootschap (CV).
PT merupakan badan hukum yang dipersamakan kedudukannya dengan orang dan mempunyai kekayaan yang terpisah dengan kekayaan para pendirinya. Pengurus PT (khususnya Direksi) dapat bertindak di dalam maupun di luar pengadilan sebagaimana halnya dengan orang, serta dapat memiliki harta kekayaan sendiri. Dasar hukum PT adalah UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas sementara persekutuan, perkumpulan, Firma, dan CV sebagai dasar hukumnya masih mendasarkan kepada KUH Perdata dan KUHD.
Dalam melakukan penyetoran modal pendirian CV, di dalam anggaran dasar tidak disebutkan pembagiannya seperti halnya PT. Jadi, para persero harus membuat kesepakatan tersendiri mengenai hal tersebut, atau membuat catatan yang terpisah. Semua itu karena memang tidak ada pemisahan kekayaan antara CV dengan kekayaan para perseronya.
CV adalah bentuk usaha yang merupakan salah satu alternatif yang dapat dipilih oleh para pengusaha yang ingin melakukan kegiatan usaha dengan modal yang terbatas. Berbeda dengan PT yang mensyaratkan minimal modal dasar sebesar Rp.50 juta[5] dan harus di setor ke kas Perseroan minimal 25%nya,[6] sedangkan untuk CV tidak ditentukan jumlah modal minimal. Misalnya jika seorang pengusaha ingin berusaha di industri rumah tangga, percetakan, biro jasa, perdagangan, catering, dan lain-lain dengan modal awal yang tidak terlalu besar, dapat memilih CV sebagai alternatif badan usaha yang memadai.

B.    PERMASALAHAN
Mengingat CV merupakan badan usaha yang tidak berbadan hukum dan kekayaan para pendirinya tidak terpisahkan dari kekayaan CV, menjadi permasalahan yang timbul adalah bagaimana pertanggungjawaban CV atas kerugian yang terjadi apabila ada pihak ketiga yang mengajukan gugatan terhadap CV tersebut di Pengadilan? Oleh sebab itu, maka topik yang akan dikonsentrasikan pembahasannya dalam paper ini adalah mengenai pertanggungjawaban Persekutuan Komanditer atau Commanditaire Vennootschap (CV) dalam hal terjadinya ganti rugi.

C.    PEMBAHASAN
Sebelum dibahas mengenai Persekutuan Komanditer atau Commanditaire Vennootschap (CV), mengingat CV merupakan suatu bentuk usaha yang tidak berbadan hukum, maka terlebih dahulu diuraikan tentang usaha berbentuk badan hukum, usaha tidak berbdan hukum serta karena CV juga memiliki kesamaan dengan Firma maka penting pula diuraikan mengenai Firma.
BENTUK USAHA BADAN HUKUM
“Orang” (person) dalam dunia hukum adalah subyek hukum atau pendukung hak dan kewajiban. Setiap manusia adalah pembawa hak (subyek hukum) dan mampu melakukan perbuatan hukum atau mengadakan hubungan hukum yang harus diikuti dengan adanya kecakapan hukum (rechsbekwaamheid) dan kewenangan hukum (rechtsbevoedgheid). Dua macam Subyek Hukum dalam pengertian hukum adalah:
  1. Natuurlijke Persoon (natural person) yaitu manusia pribadi (Pasal 1329 KUH Perdata).
  2. Rechtspersoon (legal entitle) yaitu badan usaha yang berbadan hukum (Pasal 1654 KUH Perdata).
Berdasarkan materinya Badan Hukum dibagi atas:
  1. Badan Hukum Publik (publiekrecht) yaitu badan hukum yang mengatur hubungan antara negara dan atau aparatnya dengan warga negara yang menyangkut kepentingan umum/publik, seperti hukum pidana, hukum tata negara, hukum tata usaha negara, hukum international dan lain sebagainya. Contoh: Negara, Pemerintah Daerah, Bank Indonesia.
  2. Badan Hukum Privat (privaatrecht) yaitu perkumpulan orang yang mengadakan kerja sama (membentuk badan usaha) dan merupakan satu kesatuan yang memenuhi syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum. Badan Hukum Privat yang bertujuan Provit Oriented (contoh: Perseroan Terbatas) atau Non Material (contoh: Yayasan).
Bentuk-bentuk badan usaha di Indonesia (business organization) beraneka ragam dan sebagian besar merupakan peninggalan pemerintah Belanda. Ada bentuk badan usaha yang telah diganti dengan sebutan dalam bahasa Indonesia (contoh: Perseroan Terbatas/PT berasal dari sebutan Naamloze Vennootschap/NV), tetapi ada juga yang tetap mempergunakan nama aslinya (contoh: Maatschap, Firma/Fa dan Commanditaire Vennootschap/CV).
Kata "perseroan" ada yang merupakan terjemahan dari "vennootschap" (misal sebutan untuk Perseroan Firma, Perseroan Komanditer dan Perseroan Terbatas) dan ada kata "perseroan" yang artinya penyebutan perusahaan secara umum. Yang paling sesuai dalam pemakaian kata "perseroan" adalah dalam penyebutan Perseroan Terbatas karena memang mengeluarkan saham/sero.
Kata "perseroan" dengan kata dasarnya "sero" artinya saham atau andil (aandeel-Belanda). Perusahaan yang mengeluarkan saham/sero disebut perseroan, sedangkan yang memiliki sero disebut "pesero" atau pemegang saham. Karena Maatschap tidak menerbitkan saham maka sebaiknya tetap diterjemahkan dengan menggunakan kata "persekutuan" dari pada memakai kata “perseroan” agar sesuai dengan terjemahan yang terdapat dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
BENTUK USAHA BUKAN BADAN HUKUM
Berdasarkan status pemiliknya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
  1. Perusahaan Swasta adalah perusahaan yang didirikan dan dimilik oleh pihak swasta (Nasional dan Asing).
2.      Perusahaan Negara adalah perusahaan yang didirikan dan dimiliki oleh Negara dan biasa disebut dengan Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Berdasarkan bentuk hukumnya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua, yaitu:
  1. Badan Usaha yang Bukan Berbadan Hukum adalah perusahaan yang bukan merupakan badan hukum. Contoh : Perusahaan Perorangan dan Perusahaan Persekutuan (Maatschap, Firma, CV).
2.      Badan Usaha yang Berbadan Hukum adalah perusahaan yang berbadan hukum. Misalnya Perseroan Terbatas, Koperasi, BUMN (Perum dan Persero) dan badan-badan usaha lain yang dinyatakan sebagai badan hukum serta memenuhi kriteria badan hukum.
Berdasarkan jumlah kepemilikannya, badan usaha dapat dibedakan menjadi dua yaitu:
  1. Perusahaan Perorangan atau Usaha Kepemilikan Tunggal
Adalah badan usaha yang didirikan dan dimiliki oleh pengusaha perseorangan dan bukan termasuk badan hukum. Badan usaha ini paling mudah diorganisir dan dijalankan karena wewenang pengelolaannya (manajemen) dipegang oleh satu orang (pemilik tunggal) sehingga keputusan dapat dibuat dengan cepat. Pendirian badan usaha ini tidak memerlukan izin dan tata cara tententu serta bebas membuat bisnis personal/pribadi tanpa adanya batasan untuk mendirikannya. Ciri dan sifat perusahaan perseorangan antara lain:
a.      Relatif mudah didirikan dan juga dibubarkan;
b.      Tanggung jawab tidak terbatas dan bisa melibatkan harta pribadi;
c.      Tidak ada kewajiban antar pemilik, karena hanya ada satu pemilik;
d.      Tidak ada pajak, yang ada adalah pungutan dan retribusi;
e.      Seluruh keuntungan dinikmati sendiri;
f.        Sulit mengatur roda perusahaan karena diatur sendiri;
g.      Keuntungan yang kecil yang terkadang harus mengorbankan penghasilan yang lebih besar;
h.      Jangka waktu badan usaha tidak terbatas atau seumur hidup; dan
i.        Sewaktu-waktu dapat dipindah tangankan.
Tanggung jawab perusahaan perseorangan terhadap hutang (liabilitas) meliputi seluruh harta kekayaan pribadi pemiliknya. Penutupan perusahaan terjadi bila pemilik memutuskan menutup usaha tersebut, bangkrut atau karena kematian pemiliknya. Pada umumnya perusahaan perseorangan bermodal kecil, jenis serta jumlah produksinya terbatas, memiliki tenaga kerja/buruh yang sedikit dan masih menggunakan alat produksi teknologi yang sederhana. Contoh: toko kelontong, tukang bakso keliling, pedagang asongan, dan lain sebagainya.
  1. Perusahaan Persekutuan (Partnership) atau Usaha Kemitraan
Merupakan kombinasi terorganisir dari dua orang atau lebih untuk menjalankan suatu usaha sebagai mitra pemilik atau mitra pengelola dan dimiliki oleh dua orang atau lebih yang bekerja sama untuk mencapai tujuan bisnis. Pendirian badan usaha ini membutuhkan izin khusus dari instansi pemerintah yang terkait. Contoh yang termasuk dalam badan usaha persekutuan adalah:
a.      Bentuk Perusahaan yang diatur dalam KUH Perdata, yaitu Persekutuan Perdata (Maatschap).
b.      Bentuk Perusahaan yang diatur dalam KUH D, yaitu Persekutuan Firma (Fa) dan Persekutuan Komanditer (CV).
c.      Bentuk Perusahaan yang diatur dalam perundang-undangan khusus, yaitu Perseroan Terbatas (PT), Koperasi dan Perusahaan Negara (BUMN).
PERSEKUTUAN PERDATA
Diatur dalam Pasal 1618 s.d. 1652 KUHPerdata, Buku III, Bab VIII tentang Perserikatan Perdata (Burgerlijk Maatschap). Persekutuan sebagai suatu perjanjian dimana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu ke dalam persekutuan dengan maksud untuk membagi keuntungan (Pasal 1618 KUH Perdata). Unsur-unsur dalam Persekutuan Perdata meliputi:
  1. Adanya pemasukan sesuatu ke dalam perserikatan (inbreng).
  2. Inbreng dapat berupa uang, barang (materiil/immaterial), atau tenaga (Pasal 1619 KUH Perdata).
  3. Adanya pembagian keuntungan atau kemanfaatan diperoleh dari pemasukan tersebut.
Persekutuan Perdata yang bertindak keluar terhadap pihak ketiga dengan terang-terangan dan terus menerus untuk mendapatkan laba berubah menjadi Persekutuan Perdata atau Perserikatan Perdata Jenis Khusus (Pasal 1623 KUH Perdata).
Mengenai pembagian keuntungan persekutuan perdata, diatur dalam perjanjian pendirian Persekutuan Perdata, dengan ketentuan tidak boleh memberikan keuntungan hanya pada satu orang, tapi boleh membebankan kerugian pada satu sekutu (Pasal 1635 KUH Perdata). Apabila dalam perjanjian tidak diatur mengenai pembagian keuntungan, maka berpedoman pada Pasal 1633 KUH Perdata. Pembagian keuntungan berdasarkan pada asas keseimbangan pemasukan, artinya:
  1. Pembagian dilakukan menurut harga nilai dari pemasukan masing-masing sekutu kepada persekutuan.
  2. Sekutu yang hanya memasukkan kerajinan saja pembagiannya sama dengan sekutu yang nilai barang pemasukkannya terendah, kecuali ditentukan lain.
  3. Sekutu yang hanya memasukkan tenaga kerja mendapat bagian keuntungan sama rata, atau disamakan dengan sekutu yang memasukkan uang atau benda terkecil, kecuali ditentukan lain (Pasal 1633 ayat (2) KUHPerdata)
Pendirian persekutuan perdata didirikan berdasarkan perjanjian diantara para pihak (asas konsensualisme) dan tidak memerlukan pengesahan Pemerintah. Sedangkan pertanggungjawaban sekutu dalam hal perbuatan hukum seorang sekutu yang dilakukan dengan pihak ketiga hanya mengikat sekutu yang bersangkutan dan tidak mengikat sekutu-sekutu yang lain (Pasal 1644 KUH Perdata), kecuali apabila sekutu yang lain telah memberikan kuasa untuk itu dan perbuatan sekutu tersebut secara nyata memberikan manfaat bagi persekutuan.
Status hukum persekutuan perdata diatur berdasarkan Pasal 1644 KUH Perdata maka Persekutuan Perdata bukan termasuk badan hukum, karena pada suatu badan hukum, perbuatan seorang sekutu atas nama persekutuan akan mengikat persekutuan tersebut terhadap pihak ketiga. Terbentuknya Persekutuan Perdata tidak memerlukan pengesahan Pemerintah sebagai syarat formil suatu badan hukum.
Berakhirnya persekutuan perdata sebagaimana ditentukan dalam Pasal 1646 KUH Perdata, maka Persekutuan Perdata dapat berakhir akibat:
  1. Lewatnya waktu dimana persekutuan diadakan.
  2. Musnahnya barang atau selesainya perbuatan yang menjadi pokok persekutuan.
  3. Atas kehendak semata-mata dari beberapa sekutu.
  4. Salah satu sekutu meninggal, berada di bawah pengampunan atau jatuh pailit.

PERSEKUTUAN FIRMA (Fa)
Persekutuan Firma diatur dalam Pasal 16 s.d. Pasal 35 KUHD. Firma berasal dari bahasa Belanda “venootschap onder firma” yang berarti sebuah perserikatan dagang antara beberapa perusahaan. Firma adalah suatu Persekutuan Perdata yang menyelenggarakan perusahaan atas nama bersama dan tiap-tiap sekutu yang tidak dikecualikan satu dengan lain hal dapat mengikatkan Firma dengan pihak ketiga dan mereka masing-masing bertanggung jawab atas seluruh hutang Firma secara tanggung-menanggung (Pasal 16 s.d. Pasal 18 KUHD). Dasar Hukum Persekutuan Firma adalah suatu “Maatschap” dan sebagai Maatschap khusus, Persekutuan Firma mempunyai unsur-unsur khusus, yaitu:
  1. Selalu menyelenggarakan perusahaan (Pasal 16 KUHD).
    Misal: membuat Pembukuan, Pendaftaran Perusahaan, dan lain-lain.
  2. Mempunyai nama bersama (Pasal 16 KUH Dagang).
  3. Kata Firma berarti nama bersama, yaitu nama sekutu yang dipakai menjadi nama perusahaan. Misal : salah satu sekutu bernama Budiman, maka nama perusahaannya menjadi “Fa. Budiman Bersaudara”.
  4. Pertanggungjawabannya tanggung-menanggung atau bersifat pribadi untuk keseluruhan (Hoofdellijk voor het geheel) dan pada asasnya tiap-tiap sekutu dapat mengikatkan Firma dengan pihak ketiga (Pasal 18 KUH Dagang).
Persekutuan Firma terbentuk sejak adanya kata sepakat secara lisan atau tertulis antara para sekutu (pendiri), baik dengan akta otentik maupun akta di bawah tangan (Pasal 16 KUH Dagang jo. Pasal 1618 KUH Perdata). Bentuk perjanjian mendirikan Persekutuan Firma adalah perjanjian konsensuil. Tata cara (prosedur) pendirian Firma menurut KUH Dagang adalah:
  1. Pembentukan Firma. Akta pendirian Firma yang dibuat di hadapan Notaris, tidak menjadi syarat mutlak terbentuknya Persekutuan Firma tetapi hanya sebagai alat bukti utama terhadap pihak ketiga mengenai keberadaan Firma tersebut (Pasal 22 KUH Dagang). Ketentuan bahwa ketiadaan akta tidak boleh dikemukakan untuk merugikan pihak ketiga dimaksudkan bahwa tidak adanya akta otentik tidak boleh digunakan sebagai dalih bagi pihak ketiga bahwa Firma itu tidak ada, sehingga dapat merugikan pihak ketiga. Sebaliknya pihak ketiga dapat membuktikan adanya Persekutuan Firma dengan alat bukti lainnya, seperti surat- surat, saksi, dan lain-lain.
  2. Pendaftaran Firma. Persekutuan Firma harus mendaftarkan akta pendiriannya atau hanya petikannya saja ke kepaniteraan Pengadilan Negeri di mana Persekutuan Firma tersebut didirikan (Pasal 23 dan Pasal 24 KUH Dagang). Petikan Akta Pendirian Persekutuan Firma harus memuat:
a.      Nama, nama depan, pekerjaan dan tempat tinggal para sekutu firma.
b.      Menyebutkan keterangan apakah persekutuan itu umum atau hanya terbatas pada suatu cabang perusahaan khusus.
c.      Penunjukan sekutu-sekutu yang dikecualikan dari hak menandatangani untuk firma.
d.      Saat mulai berlakunya dan akan berakhirnya persekutuan.
e.      Bagian-bagian dari persetujuan persekutuan guna menentukan hak-hak pihak ketiga terhadap persekutuan.
Tujuan mendaftarkan Akta Pendirian Persekutuan Firma adalah bahwa pihak ketiga tidak perlu mengetahui tentang besarnya modal Persekutuan maupun persoalan yang terjadi di antara para sekutu yang sifatnya pribadi dan tidak ada hubungannya dengan pihak ketiga.
  1. Pengumuman Firma
Akta pendirian Firma harus diumumkan dalam Berita Negara RI (Pasal 28 KUH Dagang). Sesuai Pasal 29 KUH Dagang, Persekutuan Firma yang belum melakukan pendaftaran dan pengumuman, maka Persekutuan Firma tersebut harus dianggap sebagai:
  1. Persekutuan Umum yang menangani segala urusan perniagaan.
  2. Didirikan untuk waktu tidak terbatas.
  3. Seolah-olah tidak ada seorang sekutu pun yang dikecualikan dari hak bertindak perbuatan hukum dan hak menandatangani atas nama firma. Apabila sekutu melanggar ketentuan-ketentuan dalam Anggaran Dasar sebelum Firma didaftarkan dan diumumkan, maka pihak ketiga dapat menuntut kepada Persekutuan Firma, dengan cara memperhitungkan pelanggaran yang harus dipertanggungjawabkan secara pribadi oleh sekutu yang melakukan pelanggaran tersebut.
Dalam hal pengurus Persekutuan (Pasal 17 KUH Dagang), apabila tidak dibuat peraturan-peraturan khusus mengenai cara-caranya mengurus, maka:
  1. Para sekutu dianggap secara timbal-balik telah memberi kuasa supaya yang satu melakukan pengurusan bagi yang lain.
  2. Para sekutu boleh menggunakan barang-barang kekayaan Persekutuan asalkan sesuai dengan tujuan dan kepentingan Persekutuan.
  3. Para sekutu wajib turut memikul biaya yang diperlukan untuk pemeliharaan barang-barang Persekutuan.
  4. Para sekutu tidak boleh membuat hal-hal yang baru terhadap benda-benda tidak bergerak dari Persekutuan, tanpa persetujuan sekutu-sekutu yang lain.
Pengurus Persekutuan wajib memelihara harta kekayaan Persekutuan dan mengusahakan agar Persekutuan dapat berjalan lancar sesuai dengan tujuannya.
Kewajiban untuk melakukan pemasukan (inbreng) bagi para sekutu tidak menyebabkan Persekutuan Firma berubah menjadi Persekutuan Modal. Tetapi dengan adanya perjanjian kerja sama dengan nama bersama, Persekutuan Firma merupakan Persekutuan Orang (Personen Vennootschap), yang peranan modal dan peranan sekutu-sekutunya menjadi satu. Hal ini akan bertambah jelas bahwa pada Persekutuan Firma:
  1. Penggantian dan pemasukan sekutu harus disetujui oleh semua sekutu (Pasal 1641 KUH Perdata).
  2. Tidak dibenarkan salah seorang pesero melakukan perbuatan konkurensi/persaingan terhadap perseroan (Pasal 16 KUH Dagang jo. Pasal 1618 KUH Perdata).
  3. Adanya tanggung jawab tanggung-menanggung (Pasal 18 KUH Dagang).
  4. Pada asasnya semua pesero turut serta dalam kepengurusan (Pasal 1630 KUH Perdata-Pasal 17 KUH Dagang).
  5. Adanya asas kerja sama mengharuskan pengutamaan Persekutuan di atas kepentingan pribadi para sekutu (Pasal 1628 KUH Perdata).
Para sekutu wajib menyetorkan sesuatu ke dalam Persekutuan. Apabila kewajiban tersebut belum dipenuhi, maka sekutu berhutang kepada Persekutuan (Pasal 1625 KUH Perdata). Sesuatu yang disetorkan para sekutu ke dalam Persekutuan dapat berupa:
  1. Benda atau barang tertentu. Dasar penyetorannya adalah perjanjian jual-beli. Para sekutu sebagai penjual, sedangkan Persekutuan sebagai pembeli. Jika barang yang disetorkan pada Persekutuan bukan milik pribadi sekutu dan diminta kembali oleh pemiliknya atau barang tersebut cacat dan tidak bisa digunakan, maka sekutu yang bersangkutan harus mengganti barang itu dengan sejumlah uang senilai barang atau menggantinya dengan barang lain yang sejenis.
  2. Manfaat atau penggunaan dari barang/benda. Perlu dilihat apakah barang tersebut mudah musnah/habis karena penggunaannya. Maka risiko pertama dipikul oleh para sekutu dan risiko kedua dipikul oleh persekutuan (Pasal 1631 KUH Perdata).
  3. Uang. Jika sekutu terlambat menyetorkan uang, maka akan dibebani bunga atas jumlah uang yang telah disepakati. Besarnya bunga dihitung mulai dari saat sekutu menghadap Pengadilan dan ditentukan oleh undang-undang (Pasal 1250 KUH Perdata). Apabila sekutu memakai uang dari kas persekutuan untuk keperluan pribadi, maka bunga dihitung sejak hari ia mengambil uang itu (Pasal 1626 KUH Perdata).
  4. Tenaga kerja. Digunakan untuk mencapai tujuan Persekutuan dan seluruh hasil yang diperoleh hanya untuk Persekutuan. Sekutu bertanggung jawab dan wajib memberikan perhitungan kepada persekutuan atas semua keuntungan yang diperoleh dari pekerjaannya (Pasal 1627 KUH Perdata).
Bahwa Persekutuan Firma adalah badan hukum, karena berlaku sebagai badan hukum yang berarti berlaku sebagai “persoon” terhadap hukum, juga sebagai subjek hukum yang mempunyai hak dan kewajiban hukum sendiri (Pasal 16, 17 dan 18 KUH Dagang). Tetapi pendapat yang umum di Indonesia menyatakan bahwa Persekutuan Firma belum merupakan badan hukum, karena meskipun dalam Firma sudah dipenuhi syarat-syarat materiil suatu badan hukum, tetapi syarat formilnya belum terpenuhi.
Ciri dan Sifat Firma adalah sebagai berikut:
  1. Apabila terdapat hutang tak terbayar, maka setiap pemilik wajib melunasi dengan harta pribadi.
  2. Setiap anggota firma memiliki hak untuk menjadi pemimpin.
  3. Keanggotaan firma melekat dan berlaku seumur hidup.
  4. Seorang anggota mempunyai hak untuk membubarkan firma.
  5. Pendiriannya tidak memerlukan akta pendirian.
  6. Mudah memperoleh kredit usaha.
Firma merupakan Persekutuan Perdata bentuk khusus, maka bubarnya Firma berlaku peraturan yang sama dengan Persekutuan Perdata yang diatur dalam Bab VIII, Buku III, KUH Perdata, mulai dari Pasal 1646 s.d. Pasal 1652 KUH Perdata, serta Pasal 31 s.d. Pasal 35 KUH Dagang.
PERSEKUTUAN KOMANDITER ATAU COMMANDITAIRE VENNOOTSCHAP (CV) ATAU LIMITED PARTNERSHIP
Pendapat yang umum di Indonesia menyatakan bahwa CV belum merupakan badan hukum, karena meskipun dalam CV sudah memenuhi syarat-syarat materiil suatu badan hukum, tetapi pengesahan dari Pemerintah belum dipenuhi sebagai syarat formilnya. CV merupakan salah satu bentuk perusahaan yang bukan badan hukum ang diatur dalam buku pertama, titel ketiga, bagian kedua Pasal 16-35 KUHD. Pasal 19 KUHD menegaskan:
Persekutuan dengan jalan meminjam uang atau disebut juga persekutuan komanditer, diadakan antara seorang sekutu atau lebih yang bertanggung jawab secara pribadi dan untuk seluruhnya dengan seorang atau lebih sebagai peminjam uang.

Berdasarkan ketentuan tersebut, tampak bahwa Persekutuan Komanditer atau Commanditaire Vennootschap (CV) atau limited partnership, terdapat satu atau beberapa orang sekutu komanditer. Sekutu komanditer hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pemasukan pada CV. Sekutu komanditer yang hanya meminjamkan modal kepada perusahaan tidak turut campur tangan dalam pengurusan dan penguasaan dalam persekutuan.[7]
Status hukum seorang sekutu komanditer dapat disamakan dengan seorang yang meminjamkan atau menanamkan modal pada suatu perusahaan dan diharapkan dari penanaman modal itu adalah hasil keuntungan dari modal yang dipinjamkan atau ditanamkan tersebut.
Sekutu komanditer sama sekali tidak ikut terlibat mencampuri pengurusan dan pengelolaan CV. Seolah-olah sekutu komanditer ini tidak berbeda dengan ”pelepas uang” (geldschieter, financial backer) yang diatur dalam UU Pelepas Uang (Geldschietersordonantie Staatsblad 1938-523).[8]
Dapat diliat bahwa pada Persekutuan Komanditer atau CV ini terdiri dari dua macam sekutu:
1.      Sekutu Pengurus atau Sekutu Komplementer (Complementaris) yang bertindak sebagai pesero pengurus dalam CV. Selain Sekutu Komanditer yang juga ikut memberikan pemasukan modal, Sekutu Komplementaris sekaligus menjadi pengurus dalam CV;[9]
2.      Sekutu Komanditer yang disebut juga dnegan sekutu tidak kerja dan statusnya hanya sebagai pemberi modal atau pemberi pinjaman. Oleh karena Sekutu Komanditer tidak ikut mengurus CV, dia tidak ikut bertindak ke luar.[10]
Sekutu Kerja/Sekutu Aktif/Sekutu Komplementer adalah sekutu yang memasukkan modal dalam persekutuan, menjadi pengurus Persekutuan, mengelola usaha secara aktif yang melibatkan harta pribadi, termasuk membuat perikatan atau hubungan hukum dengan pihak ketiga. Tanggung jawab sekutu ini sampai pada harta pribadinya (Pasal 18 KUH D).
Sekutu Tidak Kerja/Sekutu Pasif/Sekutu Komanditer (Sleeping Partners/stille vennoot) adalah sekutu yang wajib menyerahkan uang/benda/tenaga pada persekutuan sebagai pemasukan dan berhak menerima keuntungan tapi tidak bertugas mengurus Persekutuan. Sekutu ini hanya sebagai pelepas uang (geldschieter), pemberi uang atau orang yang mempercayakan uangnya. Tanggung jawab sekutu ini terbatas pada jumlah pemasukannya dalam persekutuan, sehingga tidak berwenang ikut campur dalam pengurusan persekutuan. Bila dilanggar maka tanggung jawabnya diperluas yaitu tanggung jawab pribadi untuk keseluruhan seperti pada sekutu kerja (Pasal 21 KUH D).
Menurut Pasal 20 KUHD mengenal Sekutu Komanditer dengan penanaman modal, dimana bahwa status dan tanggung jawabnya adalah sebagai berikut:
  1. Tidak mencampuri pengurusan perusahaan atau tidak bekerja dalam CV tersebut;
  2. Sekutu Komanditer ini hanya menyediakan modal atau uang untuk mendapatkan keuntungan dari laba perusahaan, sehingga Sekutu Komanditer disebut juga sekutu penanam modal terbatas (commanditeire vennootschap, limited by shares);
  3. Kerugian CV yang ditanggung oleh Sekutu Komanditer, hanya terbatas pada sejumlah modal atau uang yang disetorkan atau ditanamkan (beperkte aansprakelijkheid, limited liability); dan
  4. Nama Sekutu Komanditer tidak boleh diketahui, itu sebabnya disebut komanditer atau commanditeire vennoot yang berarti sleeping partner atau silent partner.[11]
Anggota atau sekutu dalam CV yang bertindak ke luar adalah anggota yang melakukan pengurusan. Mereka inilah yang disebut ”Sekutu Komplementaris” (daden van beheer). Sekutu Komplementaris berbeda kedudukannya dengan Sekutu Komanditer. Dimana bahwa Sekutu Komplementaris dapat bertindak ke luar dan sebagai pengurus CV sedangkan Sekutu Komanditer hanya sebagai penanam modal. Sehubungan dengan itu, dapat dikemukakan beberapa patokan:
  1. Hanya anggota penguruslah yang dapat bertindak ke luar dari CV yang disebut dengan ”Sekutu Komplementaris”;
  2. Apabila anggota Sekutu Komanditer ikut mencampuri pengurusan CV, maka anggota tersebut harus mamikul akibat hukumnya yakni dianggap dengan sukarela ikut mengikatkan diri terhadap semua tindakan pengurusan CV. Oleh karena itu, anggota tersebut ikut bertanggung jawab secara pribadi memikul seluruh utang CV secara solider; dan
  3. Kepada mereka berlaku ketentuan mengenai keanggotaan Firma (Fa), sehingga ikut bertanggung jawab terhadap tindakan yang dilakukan anggota Fa lainnya sebab mereka mencampuri pengurusan itu.
Dalam praktiknya telah terjadi perkembangan CV. Dimana perkembangan yang terjadi berkenaan dengan kedudukan permodalan. Apabila modal SC dianggap belum mencukupi, maka CV yang semula atas nama perseorangan dapat dikembangkan menjadi CV (yang terdiri dari Sekutu Komanditer dan Sekutu Komplementaris) yang terbagi atas saham. Melalui cara ini, tujuannya untuk dapat menghimpun dana yang besar. Kekurangan modal yang diperlukan dibagi-bagi atas beberapa saham dan masing-masing pemegang saham bertindak sebagai Sekutu Komanditer dalam kedudukannya sebagai pemegang saham CV tersebut.[12] 
Ada dua cara untuk memperoleh pemilikan saham oleh Sekutu Komanditer:
Pertama: dibayar penuh secara tunai. Apabila Komanditaris membayar saham penuh secara tunai, kepadanya dapat diberikan “saham atas tunjuk” atau pembawa (aandelen aantonder, bearer shares) atau disebut juga dengan share issue in bearer form. Jadi, nama Komanditaris sebagai pemegang saham atau pemilik saham tidak disebut dan siapa yang dapat menunjukkan saham tersebut dianggap sebagai pemilik.[13]
Dalam kehidupan sehari-hari, saham atas tunjuk yang tidak disebutkan pemiliknya sering dinamai dengan istilah “saham blanko”. Peralihan haknya kepada orang lain, cukup dilakukan dengan penyerahan biasa tanpa formalitas, namun harus melalui persetujuan Komplementaris atau Sekutu Komplementer dalam CV.
Kedua: tidak dibayar penuh secara tunai. Kalau pengambilan saham oleh Komanditaris tidak dibayar penuh secara tunai, maka yang harus diberikan kepadanya saham “atas nama” (aandelen op naam, registered share). Sehingga, nama Komanditaris harus disebut di atas saham agar pemiliknya tertentu. Pihak yang berwenang mangalihkannya kepada pihak lain, hanya dapat dilakukan Komanditaris yang bersangkutan atau penggantian persero dengan cara “endosemen” yang disertai dengan penyerahan saham tersebut. Dalam hal ini dapat dilihat, terdapat persamaan kedudukan pemegang saha (shareholders) dalam PT dengan CV atas saham.[14]
Terlepas dari adanya persamaan itu, terdapat pula perbedaan kedudukan pemegang saha (shareholders) dalam PT dengan CV atas saham sebagai berikut:
  1. Anggota atau pemegang saham dalam CV yang bertindak sebagai pengurus (daden van beheer) yang disebut Sekutu Komplementaris memiliki tanggung jawab yang tidak terbatas (unlimited liability) sampai meliputi harta pribadinya; dan
  2. Sebaliknya, anggota Direksi dalam PT yang bertindak sebagai pengurus, tidak ikut memikul tanggung jawab pelaksanaan perjanjian maupun utang PT. Mereka hanya bertanggung jawab sebatas pelaksanaan tugas dan fungsi pengurusan yang diberikan kepadanya sesuai dengan yang ditentukan dalam Anggaran Dasar (AD).
Dapat dikatakan bahwa CV atas saham merupakan bentuk perusahaan antara CV dengan PT. Maka dalam praktiknya, terhadap bentuk CV atas saham berlaku ketentuan yang mengatur tentang CV, di sampin itu diterapkan pula secara analogis ketentuan-ketentuan yang berlaku terhadap PT terutama yang berkenaan dnegan bidang yang mengatur perusahaan.  
Perlu diketahu bahwa apabila anggota dalam Sekutu Komanditer (Komanditaris) atau Pemegang Saham CV meninggal dunia atau pailit, sama sekali tidak mempengaruhi eksistensi kelangsungan CV tersebut. Sebaliknya, kalau yang meninggal dunia atau pailit itu adalah anggota dalam Sekutu Komplementer (Komplementaris) atau pengurus CV, maka CV tersebut berakhir dan bubar, selanjutnya diadakan pemberesan. Hal ini berbeda dengang PT.bahwa meninggalnya atau digantinya anggota Direksi, tidak mempengaruhi eksistensi kelanjutan kehidupan PT.[15]
Mengenai cara mendirikan CV atas saham adalah ”bebas” atau tidak diperlukan formalitas pengesahannya dari Menteri Hukum dan HAM bahkan tidak mesti berbentuk akta notaris. Tetapi dalam praktik, umumnya para pelaku usaha membuatnya dalam akta notaris.
Tidak ada pengaturan khusus bagi pendirian Persekutuan Komanditer, sehingga dalam pendirian Persekutuan Komanditer sama dengan peraturan dalam pendirian Firma. Persekutuan Komanditer bisa didirikan secara lisan (perjanjian konsensuil) atau membuat akta pendirian di hadapan Notaris yang dijadikan sebagai alat bukti (Pasal 22 KUH D). Dalam mendirikan Persekutuan Komanditer harus berdasarkan Akta Notaris, didaftarkan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri yang berwenang dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara R.I. Adapun ihtisar isi resmi dari Akta Pendirian Persekutuan Komanditer meliputi:
  1. Nama lengkap, pekerjaan & tempat tinggal para pendiri.
  2. Penetapan nama Persekutuan Komanditer.
  3. Keterangan mengenai Persekutuan Komanditer itu bersifat umum atau terbatas untuk menjalankan sebuah perusahaan cabang secara khusus.
  4. Nama sekutu yang tidak berkuasa untuk menandatangani perjanjian atas nama persekutuan.
  5. Waktu mulai dan berlakunya Persekutuan Komanditer.
  6. Hal-hal penting lainnya yang berkaitan dengan pihak ketiga terhadap sekutu pendiri.
  7. Tanggal pendaftaran akta pendirian ke Pengadilan Negeri.
  8. Pembentukan kas uang dari Persekutuan Komanditer yang khusus disediakan bagi penagih dari pihak ketiga, yang jika sudah kosong berlakulah tanggung jawab sekutu secara pribadi untuk keseluruhan.
  9. Pengeluaran satu atau beberapa sekutu dari wewenangnya untuk bertindak atas nama persekutuan.
CV dapat didirikan dengan syarat dan prosedur yang lebih mudah daripada PT, yaitu hanya mensyaratkan pendirian oleh 2 orang, dengan menggunakan akta Notaris yang berbahasa Indonesia. Walaupun dewasa ini pendirian CV mengharuskan adanya akta notaris, namun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang dinyatakan bahwa pendirian CV tidak mutlak harus dengan akta Notaris.
Pada saat para pihak sudah sepakat untuk mendirikan CV, maka dapat datang ke kantor Notaris dengan membawa KTP. Untuk pendirian CV, tidak diperlukan adanya pengecekan nama CV terlebih dahulu. Oleh karena itu proses nya akan lebih cepat dan mudah dibandingkan dengan pendirian PT. Namun demikian, dengan tidak didahuluinya dengan pengecekan nama CV, menyebabkan nama CV sering sama antara satu dengan yang lainnya.
Pada waktu pendirian CV, yang harus dipersiapkan sebelum datang ke Notaris adalah adanya persiapan mengenai:
1.      Calon nama yang akan digunakan oleh CV tersebut;
2.      tempat kedudukan dari CV;
3.      Siapa yang akan bertindak selaku Persero aktif, dan siapa yang akan bertindak selaku persero diam; dan.
4.      Maksud dan tujuan yang spesifik dari CV tersebut (walaupun tentu saja dapat mencantumkan maksud dan tujuan yang seluas-luasnya).
Untuk menyatakan telah berdirinya suatu CV, sebenarnya cukup hanya dengan akta Notaris tersebut, namun untuk memperkokoh posisi CV tersebut, sebaiknya CV tersebut di daftarkan pada Pengadilan Negeri setempat dengan membawa kelengkapan berupa Surat Keterangan Domisili Perusahaan (SKDP) dan NPWP atas nama CV yang bersangkutan.
Apakah itu akta, SKDP, NPWP dan pendaftaran pengadilan saja sudah cukup? Sebenarnya semua itu tergantung pada kebutuhannya. Dalam menjalankan suatu usaha yang tidak memerlukan tender pada instansi pemerintahan, dan hanya digunakan sebagai wadah berusaha, maka dengan surat-surat tersebut saja sudah cukup untuk pendirian suatu CV. Namun, apabila menginginkan ijin yang lebih lengkap dan akan digunakan untuk keperluan tender, biasanya dilengkapi dengan surat-surat lainnya yaitu:[16]
1.      Surat Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak (PKP);
2.      Surat Ijin Usaha Perdagangan (SIUP);
3.      Tanda Daftar Perseroan (khusus CV); dan
4.      Keanggotaan pada KADIN Jakarta.
Pengurusan ijin-ijin tersebut dapat dilakukan bersamaan sebagai satu rangkaian dengan pendirian CV dimaksud, dengan melampirkan berkas tambahan berupa:[17]
1.      Copy kartu keluarga Persero Pengurus (Direktur) CV;
2.      Copy NPWP Persero Pengurus (Direktur) CV;
3.      Copy bukti pemilikan atau penggunaan tempat usaha, dimana;
a.      Apabila milik sendiri, harus dibuktikan dengan copy sertifikat dan copy bukti pelunasan PBB th terakhir;
b.      Apabila sewa kepada orang lain, maka harus dibuktikan dengan adanya; dan
c.      Perjanjian sewa menyewa, yang dilengkapi dengan pembayaran pajak sewa (Pph) oleh pemilik tempat.
Dalam KUHD tidak terdapat pengaturan khusus mengenai cara mendirikan CV karena CV adalah Firma jadi Pasal 22 KUHD juga dapat diberlakukan kepada CV. Dengan demikian, CV didirikan dengan pembuatan AD yang dituangkan dalam akta pendirian dan dibuat di muka notaris. Akta pendirian kemudian didaftarkan di kepaniteraan pengadilan negeri setempat. Akta pendirian yang sudah didaftarkan itu kemudian diberitakan atau diumumkan dalam Tambahan Berita Negara.[18]
Sama halnya dengan Firma, syarat pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM tidak diperlukan karena CV bukanlah badan hukum. Praktik perusahaan yang berbentuk CV di Indonesia membuktikan hal bahwa pada CV tidak ada pemisahan antara kekayaan CV dengan kekayaan pribadi para Sekutu Komplementer karena CV adalah Firma, maka tanggung jawab Sekutu Komplementer secara pribadi untuk keseluruhan. Seperti halnya Firma, pada CV juga terdapat hubungan hukum ke dalam (internal) antara sesama sekutu dan hubungan hukum ke luar (eksternal) antara sekutu dengan pihak ketiga.    
  1. Hubungan hukum ke dalam
Hubungan hukum antara sesama Sekutu Komplemennter sama seperti pada Firma. Hubungan hukum antara Sekutu Komplementer dan Sekutu Komanditer tunduk pada ketentuan Pasal 1623 sampai dengan Pasal 1641 KUH Perdata. Pemasukan modal diatur dalam Pasal 1625 KUH Perdata sementara dalam hal pembagian keuntungan dan kerugian diatur dalam Pasal 1634 KUH Perdata. Pasal-pasal ini berlaku apabila dalam AD tidak diatur.
Menurut ketentuan Pasal 1633 KUH Perdata, Sekutu Komanditer mendapat bagian keuntungan sesuai dengan ketentuan AD CV. Jika dalam AD tidak ditentukan, Sekutu Komanditer mendapat keuntungan sebanding dengan jumlah pemasukannya. Jika CV menderita kerugian, Sekutu Komanditer hanya bertanggung jawab sampai pada banyaknya jumlah pemasukannya itu saja. Bagi Sekutu Komplementer beban kerugian tidak terbatas, kekayaannya pun ikut menjadi jaminan seluruh kerugian persekutuan, hal ini ditegaskan dalam Pasal 18 KUHD, Pasal 1131 dan Pasal 1132 KUH Perdata. Sekutu Komanditer tidak boleh dituntut supaya menambah pemasukannya guna menutupi kerugian dan tidak dapat diminta supaya mengembalikan keuntungan yang telah diterimanya, hal ini dipertegas dalam Pasal 20 ayat (3) KUHD.
Berkaitan dengan dalam soal pengurusan CV, Sekutu Komanditer dilarang melakukan pengurusan meskipun dengan surat kuasa. Sekutu Komanditer hanya boleh mengawasi CV jika ditentukan dalam AD CV tersebut. Apabila ketentuan ini dilanggar, maka sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 21 KUHD memberi sanksi bahwa tanggung jawab Sekutu Komanditer disamakan dengan tanggung jawab Sekutu Komplementer secara pribadi untuk keseluruhan. Untuk menjalankannya, CV dapat menempatkan sejumlah modal atau barang sebagai harta kekayaan CV dan ini dianggap sebagai harta kekayaan yang dipisahkan dari harta kekayaan pribadi Sekutu Komplementer. Hal ini dibolehkan berdasarkan rumusan Pasal 33 KUHD mengenai pemberesan Firma. Kekayaan terpisah ini dapat diperjanjikan dalam AD walaupun bukan badan hukum.[19]
  1. Hubungan hukum ke luar
Hanya Sekutu Komplementer yang dapat mengadakan hubungan hukum dengan pihak ketiga (pihak luar). Pihak ketiga hanya dapat menagih kepada Sekutu Komplementer sebab sekutu inilah yang bertanggung jawab penuh. Sekutu Komanditer hanya bertanggung jawab kepada Sekutu Komplementer dengan menyerahkan sejumlah pemasukan ditegaskan dalam Pasal 19 ayat (1) KUHD. Sedangkan yang bertanggung jawab kepada pihak ketiga hanya Sekutu Komplementer. Dengan kata lain Sekutu Komplementer bertanggung jawab ke luar dan ke dalam dari pada CV yang bersangkutan.
Dalam Pasal 20 ayat (1) KUHD ditentukan bahwa Sekutu Komplementer tidak boleh memakai namanya sebagai nama Firma. Sedangkan dalam ayat (2) ditentukan bahwa Sekutu Komanditer tidak boleh melakukan pengurusan walaupun dengan suart kuasa. Apabila Sekutu Komanditer melanggar pasal 20 KUHD, maka menurut ketentuan Pasal 21 KUHD ditegaskan bahwa Sekutu Komanditer harus bertanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan. Hal ini berarti tanggung jawabnya sama dengan Sekutu Komplementer. Mengenai hal ini, Soekardono berpendapat bahwa, adalah adil apabila sekutu yang melanggar Pasal 20 KUHD itu dibebani tanggung jawab hanya mengenai utang-utang yang berjalan dan yang akan timbul selama keadaan pelanggaran itu masih berlangsung. Jika pelanggaran itu sudah berhenti, tidak ada lagi tanggung jawab secara pribadi untuk keseluruhan.[20]
CV diatur dalam Pasal 19 s.d. Pasal 25 KUHD. Pasal 19 ayat (1) KUHD menentukan persekutuan secara melepas uang dinamakan CV, didirikan antara satu orang atau beberapa orang sekutu yang bertanggung jawab secara pribadi untuk seluruhnya, dengan satu atau beberapa orang sebagai pelepas uang pada pihak lain. Sementara dalam Pasal 19 ayat (2) KUHD ditentukan bahwa yang dimaksud dengan CV adalah persekutuan firma dengan suatu keistimewaan yang dibentuk oleh satu atau beberapa orang sekutu komanditer, dimana modal komanditernya berasal dari pemasukan para sekutu komanditer, sehingga CV mempunyai harta kekayaan yang terpisah.
Berdasarkan kedua ketentuan tersebut, CV merupakan Persekutuan Firma dengan bentuk khusus yaitu adanya Sekutu Komanditer yang hanya menyerahkan uang, barang atau tenaga sebagai pemasukan bagi CV dan tidak ikut campur dalam pengurusan maupun penguasaan dalam persekutuan. Ciri dan Sifat CV sebagai berikut:
  1. Sulit untuk menarik modal yang telah disetor;
  2. Modal besar karena didirikan banyak pihak;
  3. Mudah mendapatkan kredit pinjaman;
  4. Ada anggota aktif yang memiliki tanggung jawab tidak terbatas dan ada yang pasif tinggal menunggu keuntungan;
  5. Relatif mudah untuk didirikan; dan
  6. Kelangsungan hidupnya tidak menentu.
Persekutuan Komanditer mempunyai beberapa bentuk yaitu:
  1. CV diam-diam adalah CV yang belum menyatakan diri secara terang-terangan kepada pihak ketiga sebagai CV. Jadi, persekutuan ini keluar menyatakan diri sebagai persekutuan firma, tetapi ke dalam sudah menjadi CV karena terdapat satu atau beberapa Sekutu Komanditer.
  2. CV terang-terangan adalah CV yang secara terang-terangan menyatakan diri sebagai CV kepada pihak ketiga. Misalnya papan nama, kop surat, tindakan-tindakan hukum bagi kepentingan persekutuan dengan mengatasnamakan CV.
  3. CV atas saham adalah CV terang-terangan yang modalnya terdiri atas saham-saham (biasanya adalah saham atas nama).
Dilihat dari banyaknya sekutu yang bertanggung jawab tanggung-menanggung seperti dalam hal Sekutu Komplementer, maka CV dibagi menjadi dua jenis yaitu:
  1. CV yang sekutu komplementernya terdiri dari satu orang. CV dengan seorang sekutu yang bertanggung jawab mempunyai kekuatan berlaku ke dalam saja dan tidak mempunyai kekuatan keluar (externewerking) walaupun CV itu bertindak secara terang-terangan.
  2. CV yang sekutu komplementernya terdiri dari beberapa orang.
Sekutu Komanditer adalah pihak-pihak yang meminjamkan modal kepada CV dan berhak atas suatu pembagian keuntungan dan saldo likuidasi, sepanjang perseroan mendapatkan keuntungan atau masih mempunyai saldo (sisa pemberesan).
Sebagai modal dalam CV wajib dimasukkan modal ke dalam CV demi tercapainya tujuan persekutuan. CV terikat dari modal yang dikumpulkan, sehingga layak disediakan objek tuntutannya dan dapat pula bertindak sebagai pribadi. Para kreditur pribadi tidak mungkin dapat menuntut modal dari CV, jadi tidak mungkin dapat menuntut bagian modal yang dimasukkan oleh para Sekutu Komanditer ke dalam CV tersebut.
Sebagai konsekuensinya, para kreditur pribadi dari Sekutu Komplementer dapat melakukan sitaan terhadap modal yang dimasukkan dalam persekutuan, termasuk bagian modal yang dimasukkan oleh para Sekutu Komanditer. Oleh karena CV merupakan Persekutuan Firma dalam bentuk khusus, maka berakhirnya CV berlaku ketentuan yang sama dengan Persekutuan Firma.

D.    Penutup
Karakteristik CV yang tidak dimiliki badan usaha lainnya adalah CV didirikan minimal oleh dua orang, dimana salah satunya akan bertindak selaku Persero Aktif (persero pengurus) yang nantinya akan bergelar Direktur, sedangkan yang lain akan bertindak selaku Persero Komanditer (Persero Diam). Seorang persero aktif akan bertindak melakukan segala tindakan pengurusan atas CV, dengan demikian, dalam hal terjadi kerugian maka Persero Aktif akan bertanggung jawab secara penuh dengan seluruh harta pribadinya untuk mengganti kerugian yang dituntut oleh pihak ketiga. Sedangkan untuk Persero Komanditer, karena dia hanya bertindak selaku sleeping partner, maka dia hanya bertanggung jawab sebesar modal yang disetorkannya ke dalam perseroan. Disarankan agar dalam mendirikan suatu bidang usaha, alangkah baiknya untuk dipertimbangkan dari segala segi, tidak hanya dari segi kepraktisannya, namun juga dari segi pembagian risiko di antara para persero, agar tidak terjadi pertentangan di kemudian hari.
DAFTAR PUSTAKA
Harahap, M. Yahya, Hukum Perseroan Terbatas, Jakarta: Sinar Grafika, 2009.
Ihsan, Achmad, Hukum Dagang, Lembaga Persekutuan, Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan, Cetakan Keempat, Jakarta: Pradnya Paramita, 1987.
Muhammad, Abdulkadir, Hukum Perusahaan Indonesia, Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010.
Purwosutjipto, H.M.N., Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Bentuk-Bentuk Perusahaan, Jilid II, Jakarta: Djambatan, 1992.
Soekardono, R., Hukum Dagang Indonesia, Jilid I Bagian Pertama, Jakarta: Dian Rakyat, 1977.
Thermorshuizen, Marjanne, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, Jakarta: Djambatan, 1999.
http://irmadevita.com/2007/prosedur-cara-dan-syarat-pendirian-cv, diakses tanggal 7 Oktober 2011.



* Mahasiswa Jurusan Hukum Bisnis pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan 2011.
[1] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2010), hal. 83.
[2] Ibid.
[3] Contoh perusahaan perindustrian adalah perusahaan batik, perusahaan batu bata, dan kerajinan perak. Contoh perusahaan perdagangan adalah toko barang kelontong, toko barang elektronik, dan restoran. Contoh perusahaan perjasaan adalah salon kecantikan, bengkel kendaraan bermotor, dan penjahitan busana.
[4] Ibid.
[5] Pasal 32 ayat (1) UU No.40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas.
[6] Ibid., Pasal 33.
[7] Marjanne Thermorshuizen, Kamus Hukum Belanda-Indonesia, (Jakarta: Djambatan, 1999), hal. 139.
[8] Ibid.
[9] Ibid., hal. 82.
[10] H.M.N. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, Bentuk-Bentuk Perusahaan, Jilid II, (Jakarta: Djambatan, 1992), hal. 73.
[11] M. Yahya Harahap, Hukum Perseroan Terbatas, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 18.
[12] Ibid., hal. 19.
[13] Ibid.
[14] Ibid., hal. 20.
[15] Achmad Ihsan, Hukum Dagang, Lembaga Persekutuan, Surat-Surat Berharga, Aturan-Aturan Angkutan, Cetakan Keempat, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1987), hal. 113.
[16] http://irmadevita.com/2007/prosedur-cara-dan-syarat-pendirian-cv, diakses tanggal 7 Oktober 2011.
[17] Ibid.
[18] Abdulkadir Muhammad, Hukum Perusahaan Indonesia, Op. cit., hal. 94.
[19] Ibidi., hal. 95.
[20] R. Soekardono, Hukum Dagang Indonesia, Jilid I Bagian Pertama, (Jakarta: Dian Rakyat, 1977), hal. 35.