Kamis, 02 Mei 2013

Sikap Pemerintah Terhadap Keberadaan Yayasan yang Belum Menyesuaikan Diri Terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008

Sikap Pemerintah Terhadap Keberadaan Yayasan yang Belum Menyesuaikan Diri Terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008
Oleh:
Bisdan Sigalingging, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa Medan

Data global Yayasan yang terdaftar di Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Kementerian Hukum dan HAM RI hingga bulan April 2012 berjumlah 39.750 Yayasan, dengan perincian sebanyak 34.397 Yayasan yang mendapatkan surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan disebut juga Yayasan yang baru berdiri setelah disahkannya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, dan sebanyak 5.183 Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan telah melakukan perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 dan telah mendapat surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan (Tabel.5: Data Entry Yayasan untuk Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2012), dalam arti semua Yayasan tersebut telah terdaftar dan mendapat pengesahan dari Dirjen AHU Kemenkumham RI.
Berdasarkan data entry Yayasan untuk tahun 2003 s/d 2012 pada Direktorat Perdata Dirjend AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 2012, sebanyak 39.750 Yayasan telah mendapat pengesahan ditunjuk dalam Tabel 5 di bawah ini:
Tabel 5:
Data Entry Yayasan Untuk Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2012

No
Tahun
SK Yayasan
Perubahan Yayasan
Jumlah
1.
2003
376
35
411
2.
2004
1106
158
1264
3.
2005
2104
341
2445
4.
2006
3085
574
3659
5.
2007
4151
701
4852
6.
2008
5017
880
5897
7.
2009
5007
780
5787
8.
2010
5278
720
5998
9.
2011
6354
824
7178
10.
2012
1919
170
2089
Jumlah
34.397
5.183
39.750
Sumber:   Direktorat Perdata, Dirjen AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 2012
Berdasarkan dari jumlah 34.397 Yayasan yang mendapat surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan disebut juga Yayasan baru, termasuk di dalamnya Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008, namun karena tenggang waktu untuk menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 telah berakhir pada tanggal 06 Oktober 2008 (vide Penjelasan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008) pihak Yayasan membuat akta pendirian Yayasan yang baru, tanpa menghubungkannya dengan akta pendirian Yayasan atau akta-akta Yayasan yang sudah ada sebelumnya, dengan nama yang sama dengan Yayasan sebelumnya. Sebagai contoh, Yayasan AA, dengan Akta Pendirian 1, Akta Perubahan 2,3,4. Yayasan tersebut telah berdiri jauh hari sebelum sahkannya UU Yayasan. Pihak Yayasan mau menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan, namun karena beberapa faktor niat tersebut tidak terlaksana. Batas akhir untuk menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008  telah berakhir tanggal 06 Oktober 2008. Bagaimana cara yang dilakukan oleh pihak Yayasan? Pihak Yayasan membuat akta pendirian Yayasan dihadapan Notaris dengan nama Yayasan AA setelah tanggal 06 Oktober 2008, tanpa menyebutkan Akta Pendirian 1, Akta Perubahan 2,3,4 yang sudah dimiliki Yayasan itu sebelumnya. Akta pendirian Yayasan AA yang didirikan setelah tanggal 06 Oktober 2008 diajukan/dimohonkan untuk mendapatkan pengesahan dari Dirjen AHU, tentunya permohonan yang demikian akan dikabulkan oleh Dirjen AHU. Artinya dalam Yayasan tersebut terdapat dua Yayasan, yakni satu Yayasan tidak terdaftar di Dirjen AHU dan satu Yayasan lagi terdaftar di Dirjen AHU dengan nama yang sama atau hampir sama. Cara yang demikian diamini oleh Dirjen AHU. Cara yang demikian di atas diyakini termasuk dalam kategori dari jumlah 34.397 Yayasan yang terdaftar di Dirjen AHU. Hal demikian dapat menimbulkan persoalan hukum, terutama terhadap izin operasional/kegiatan Yayasan, aset-aset, organ  Yayasan, dan sebagainya. Untuk meminimalisir masalah hukum Yayasan AA yang sudah berdiri sebelum diundangkannya UU Yayasan tersebut dengan cara membubarkan diri dan sekaligus melikuidasi aset-asetnya serta menyerahkannya kepada Yayasan AA yang sudah berdiri setelah tanggal 06 Oktober 2008 dan sudah mendapatkan pengesahan dari Dirjen AHU.
Data entry tersebut di atas hanya sebanyak 5.183 Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan yang menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 yakni melakukan Perubahan Anggaran Dasar Yayasan tersebut sebelum berakhirnya batas akhir tanggal 06 Oktober 2008 (vide Penjelasan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008). Dalam akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan tersebut jelas terlihat riwayat dari Yayasan tersebut dan tertuang dalam surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan tersebut yang diterbitkan Dirjen AHU.
Pendistribusian Yayasan dalam Data Base pada Dirjen AHU belum terbagi per Provinsi/Kabupaten/Kota, artinya Data Base yang ada pada Dirjen AHU tersebut menyatukan untuk seluruh Indonesia. Rachmad Riyanto menyarankan agar ke depan Data Base yang ada di Dirjen AHU dibuat per Provinsi yang ada di Indonesia untuk mempermudah mencari data-data tentang Yayasan tersebut, mana Yayasan yang terdaftar atau yang sudah mendapat pengesahan dari Dirjen AHU.
Menyinggung mengenai batas waktu bagi Yayasan yang sudah berdiri sebelum diundangkannya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 di mana Yayasan tersebut belum juga menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 sampai dengan batas tenggang waktu yang ditetapkan dalam Pasal 39 PP No. 63 Tahun 2008 yakni tanggal 06 Oktober 2008, Rachmad Riyanto menyarakan agar ke depan dibuat sebuah Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI (Permen) untuk menganulir masa tenggang waktu tersebut beberapa tahun ke depan agar Yayasan-yayasan tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, sepanjang ada desakan dari masyarakat. Bilamana tidak ada desakan dari masyarakat, Pemerintah akan tetap menganggap pelaksanaan PP No.63 Tahun 2008 tidak ada masalah. Dirjen AHU selaku pelaksana dari PP No.63 Tahun 2008 masih terikat dengan PP No.63 Tahun 2008 tersebut. Lebih lanjut Rachmad Riyanto mengatakan bahwa di Gorontalo, ribuan Yayasan yang sudah berdiri sebelum diundangkannya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 juga belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasanya terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008. Bila hal itu terus terjadi pada semua daerah, tentu akan berakibat fatal, Yayasan tersebut tidak dibenarkan menggunakan kata Yayasan di depan nama Yayasannya dan juga hal dimaksud akan membawa dampak terhadap pertanggungjawaban hukum dikemudian hari.
Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 menurut Rachmad Riyanto akan diberi lagi kesempatan untuk menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan  yang akan diatur kemudian dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, karena kalau berdasarkan PP No.63 Tahun 2008 diterapkan secara konsekwen maka telah pupus lah harapan bagi Yayasan-yayasan yang berdiri sebelum diundangkannya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 untuk menyesuaikan diri terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 karena batas waktu untuk menyesuaikan diri terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 telah berakhir pada tanggal 06 Oktober 2008.
Banyaknya Yayasan menurut Rachmad Riyanto yang berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 belum menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 yang diperkirakan mencapai 90%  disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
  1. Kurangnya sosialisasi atas UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 terhadap masyarakat yang disebabkan oleh dana dan waktu.
  2. Tidak adanya lembaga pengawasan terhadap Yayasan, baik di tingkat Kabupaten/Kota  maupun Provinsi terhadap keberadaan Yayasan tersebut; dan
  3. Sikap dari Dirjen AHU dan Notaris yang ada di seluruh Wilayah Indonesia terhadap persoalan Yayasan hanya bersikap passif.
Mengenai sikap Dirjen AHU terhadap Yayasan yang belum menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 pada prinsifnya Dirjen AHU terikat kepada ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008, namun walaupun demikian Dirjen AHU tetap memperhatikan kepentingan masyarakat, sekalipun batas akhir penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 telah berakhir. Sikap Pemerintah dalam hal ini merencanakan akan mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM untuk menambah waktu agar penyesuaian dimaksud dapat dilakukan, sepanjang ada desakan dari masyarakat.
Pada hakikatnya, menurutnya kontribusi Yayasan dapat dirasakan manfaatnya yang besar bagi kemajuan dan pembangunan bangsa dalam mendukung program-program Pemerintah. Jika Yayasan-yayasan tersebut dibubarkan dan atau dilikuidasi maka secara logika dengan pertimbangan sosial dan hak asasi manusia merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan, karena jauh sebelum Republik ini merdeka peran Yayasan sudah sangat dirasakan bangsa ini. Oleh sebab itu jalan yang harus ditempuh adalah melakukan revisi terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 khususnya terkait dengan batas waktu yang telah lewat untuk menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan yakni tanggal 06 Oktober 2008. Untuk mengatasi persoalan ini, uji materil harus segera dilakukan sebab sejak berakhirnya batas waktu yakni tanggal 06 Oktober 2008 hingga saat ini tahun 2012 atau telah berlangsung kurang lebih empat tahun belum ada nampak reaksi dari Pemerintah untuk mengatasi persoalan ini.
Terhadap persoalan Yayasan yang demikian di atas adalah sesuatu yang tidak mungkin dibiarkan. Dalam situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kopertis Wilayah XII diberitakan bahwa terhitung sejak tanggal 29 Maret 2011, sekitar 90% dari 21.000 Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan masuk kategori illegal karena tidak menyesuaikan akta pendiriannya hingga telah lewat tenggang waktu yang ditentukan yakni tanggal 06 Oktober 2008.
Sebuah kritik tajam dalam penelitian ini ditujukan kepada pihak Pemerintah, di mana Pemerintah tampaknya tidak mampu menawarkan solusi terbaik terhadap persoalan Yayasan demikian hingga telah berlangsung selama kurang lebih 4 (empat) tahun. Dengan tidak adanya kebijakan dari Pemerintah Republik Indonesia selain mengeluarkan PP No.63 Tahun 2008, seolah-olah Pemerintah melakukan pembiaran atau membiarkan Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya terhadap UU Yayasan tersebut mati secara perlahan-lahan atau dengan sengaja dimatikan tanpa penerapan sanksi hukum baik sanksi pidana (straf) maupun sanksi tindakan (matregel) yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. 
Misalnya polemik Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya terhadap UU Yayasan ada sekitar 90% dari 21.000 Yayasan tersebut. Jumlah itu masih dalam kategori Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan belum lagi jika dikalkulasikan semua Yayasan yang bergerak pada bidang-bidang lainnya, misalnya Yayasan yang bergerak di bidang Haji dan Umroh, dan lain sebagainya. Kondisi demikian butuh solusi, namun, belum ada kejelasan cara penyelesaiannya.
Dalam situs tersebut, Dirjen AHU Kemenkumham RI menyikapinya dengan mengatakan sebagai berikut:
Kami hanya pelaksana, yang bisa dilakukan Yayasan lama mengajukan untuk dibuat Yayasan baru. Artinya, harus ada hibah dari Yayasan lama ke Yayasan baru. Pemerintah tidak bisa memutihkan Yayasan pendidikan yang terlambat menyesuaikan diri selama aturan hukum soal Yayasan masih mengikat pemerintah. Namun, pemerintah juga tidak menindak tegas Yayasan pendidikan yang belum menyesuaikan diri. Pembubaran juga tidak direncanakan. Pembubaran baru bisa dilakukan dengan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak berkepentingan.

Pernyataan sikap yang disampaikan Dirjen AHU tersebut, jelas tampak tidak ada tindakan tegas dari Pemerintah terhadap persoalan Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya, bahkan pembubaran juga tidak direncanakan melainkan pembubaran baru bisa dilakukan apabila ada putusan Pengadilan atas permohonan oleh pihak Kejaksaan atau pihak berkepentingan dalam hal ini masyarakat yang dirugikan. Jelas dalam pernyataan ini, Pemerintah membiarkan Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya terhadap UU Yayasan mati secara perlahan-lahan atau sengaja dimatikan melalui kebijakan yuridis. Dari kebijakan yuridis tersebut terkesan Pemerintah lebih mengutamakan atau menganak emaskan Yayasan yang baru berdiri untuk mendapatkan status badan hukum dari Dirjen AHU, sekalipun Yayasan yang baru berdiri tersebut belum ada berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara ini. Kondisi demikian adalah sesuatu hal yang mendesak dan darurat untuk segera dilakukan uji materil terhadap ketentuan Pasal 71 UU Yayasan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan uji materil ketentuan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 ke Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait dengan penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terutama berkenaan dengan batas waktu penyesuaian perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar yang telah berakhir tanggal 06 Oktober 2008 yang lalu.
Thomas Suyatno, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (ABPPTSI) menyayangkan sikap Pemerintah yang demikian dan pihak ABPPTSI mendukung kuat untuk pengujian materil terhadap Pasal 71 UU Yayasan tersebut. Pengujian materil ketentuan Pasal 71 UU Yayasan dan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UU Yayasan juga didukung oleh Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS).
Apabila Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan Akta Pendirian/Anggaran Dasarnya dan belum mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM tetap dibiarkan beroperasi seperti sediakala, maka dapat dibayangkan berapa banyak keuntungan yang terus dinikmati oleh para pendiri atau pemilik Yayasan yang merangkap sebagai pengurus Yayasan. Setidaknya jika Pemerintah menerapkan ketentuan Pasal 71 ayat (4) UU Yayasan dan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 tersebut dengan secara sungguh-sungguh dan serius menerapkan sanksi hukum dimaksud, yakni membubarkan dan melikuidasi aset kekayaan Yayasan yang tidak menyesuaikan Akta Pendiriannya tersebut, sehingga menjadi contoh konkrit implementasi UU Yayasan kepada Yayasan-yayasan yang tetap beroperasi saat ini.
Namun, walaupun Yayasan-yayasan tersebut dapat dibubarkan atau dilikuidasi asetnya, akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (4) UU Yayasan harus terlebih dahulu dimohonkan oleh Kejaksaan atau pihak lain yang berkepentingan ke Pengadilan Negeri setempat. Kejaksaan Negeri sekalipun masih tampak jarang melakukan permohonan ke Pengadilan Negeri demikian pula pihak-pihak yang berkepentingan misalnya masyarakat yang dirugikan.
Mengingat batas akhir penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar yang ditentukan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 telah berakhir pada tanggal 06 Oktober 2008 (vide Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008) maka sudah saatnya Yayasan-yayasan tersebut ditutup dan terhadap pengurusnya dapat diterapkan sanksi pidana. Namun, jika dipertimbangkan lebih jauh dan mendalam mengenai dampak yang ditimbulkan secara yuridis bahwa semua kegiatan Yayasan yang belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya itu termasuk kegiatan yang illegal dan bahkan lulusan atau para alumninya sekalipun yang berasal dari Yayasan tersebut (jika bergerak di bidang pendidikan) dapat dikatakan illegal.
Tidak tanggung-tanggung dampak dari UU Yayasan ini terhadap nasib Yayasan-Yayasan yang belum menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 sangat beresiko tinggi, sebab akan sangat banyak jumlah para alumni yang berasal dari Yayasan-yayasan tersebut khususnya di bidang pendidikan yang belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya menyandang gelar akademik yang illegal, apakah kondisi demikian akan tetap dibiarkan tanpa ada tindakan dari Pemerintah? Jika diterapkan sanksi hukum sebagaimana yang dijelaskan di atas akan menjadi dilema yang cukup sistemik terhadap seluruh lini dalam Yayasan termasuk masyarakat. Jika dibiarkan tanpa ada tindakan dari pemerintah, maka semakin memperjelas carut marutnya penegakan hukum di negara ini, karena masalah Yayasan akan timbul di mana-mana.
Untuk menghadapi persoalan ini, walaupun UU Yayasan mengamanatkan berupa sanksi pidana maupun berupa sanksi administratif atau tindakan terhadap Yayasan-yayasan dimaksud menurut hemat Penulis adalah sesuatu yang tidak adil jika kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah menerapkan sanksi yang dimaksud. Sebab kontribusi dari Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 telah banyak pula memberikan manfaat terhadap kualitas bangsa dan negara ini dan bahkan sangat membantu program kerja Pemerintah misalnya dalam bidang pendidikan dan keagamaan yang tak bisa dinafikan oleh Pemerintah sendiri. Oleh sebab itu, satu-satunya jalan yang harus ditempuh guna menyelamatkan ribuan Yayasan-yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 adalah melakukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi RI dan Mahkamah Agung RI terhadap pasal-pasal dalam UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 khususnya Pasal 71 UU Yayasan dan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008. Sebelum dilakukan uji materil atau direvisi ketentuan terkait dengan masa tenggang waktu penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar yang ditentukan dalam UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 tersebut, maka tidak ada pilihan lain bagi Yayasan-yayasan tersebut yang saat ini untuk bergegas dan berusaha menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasanya terhadap UU Yayasan. Di topang pula adanya kegamangan para Pendiri dan Pengurus Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 terhadap ketentuan Pasal 3, Pasal 5, Pasal 7 UU Yayasan, yang dapat semakim memperuncing perlawanan terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008.
Tanggung jawab Pengurus Yayasan terhadap Yayasan yang sudah didirikan sebelum lahirnya UU Yayasan adalah menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasannya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 dengan akta notarial. Perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan disampaikan kepada Dirjen AHU dengan dilampiri syarat-syarat formil yang ditetapkan UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 bila Yayasan dimaksud mau menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, namun harapan Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan untuk menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 saat sekarang ini telah pupus karena terganjal ketentuan Pasal 39 PP No. 63 Tahun 2008. Bilamana Pengurus tidak menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008,  Pengurus Yayasan bertanggung jawab untuk melikuidasi Yayasan beserta harta kekayaannya dan membubarkan Yayasan tersebut kemudian menyerahkan harta kekayaan hasil likuidiasi kepada Yayasan lain atau badan hukum lain atau kepada Negara yang penggunaannya dilakukan sesuai kegiatan Yayasan yang bubar.
Pengurus Yayasan yang tidak menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasannya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, maka Pengurus Yayasan tersebut secara tanggung renteng bertanggung jawab memanggil likuidator untuk melikuidasi Yayasan beserta harta kekayaannya serta membubarkan Yayasan tersebut kemudian menyerahkan harta kekayaan hasil likuidasi kepada Yayasan lain atau badan hukum lain atau kepada Negara yang penggunaannya disesuaikan dengan kegiatan Yayasan yang bubar, atau bilamana Pengurus Yayasan dimaksud keberatan atas hal tersebut di atas Pengurus Yayasan yang dikategorikan illegal menurut UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 dapat mengajukan permohonan uji materil terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008.
Status hukum harta kekayaan Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 jika akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan tersebut tidak disesuaikan terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 bertalian dengan status hukum Yayasan tersebut ”dianggap tidak pernah ada atau illegal” menurut perspektif Pasal 71 ayat (4) UU Yayasan dan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008, sehingga konsekwensinya status hukum harta kekayaan Yayasan dimaksud harus diserahkan kepada likuidator untuk dilikuidasi dan diserahkan kepada Yayasan lain atau badan hukum lain atau Negara untuk digunakan mencapai maksud dan tujuan Yayasan yang bubar tersebut. Yayasan-yayasan yang masih beroperasi atau melaksanakan kegiatan dan tidak menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 serta tidak disahkan oleh Kemenkumham tidak boleh menggunakan kata Yayasan di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Diharapkan Pemerintah melalui kebijakan yuridisnya agar tidak terlalu mengintervensi kebebasan masyarakatnya dalam hal kegiatan berorganisasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul dalam naungan Yayasan, sebab intervensi melalui UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 tersebut dinilai terlalu berlebihan serta mematikan Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasar secara perlahan-lahan.
Sikap Pemerintah terhadap keberadaan Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 hingga telah lewat batas akhir penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan yang ditentukan tanggal 06 Oktober 2008, pemerintah masih tetap memberikan dan memperpanjang izin operasional/kegiatan sekolah-sekolah swasta yang berada di bawah naungan Yayasan yang illegal dimaksud. Hal ini dapat dibuktikan dari penetapan tanggal, bulan, dan tahun dari beberapa surat keputusan yang diterbitkan Dinas Pendidikan Kota Medan, Badan Akreditasi Nasional Sekolah/ Madrasah Provinsi Sumatera Utara, Badan Akreditasi Sekolah Kota Medan, Kementerian Agama Kota Medan, Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, dan Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, dengan berbagai pertimbangan diantaranya didasari faktor sosial dan politik, sekalipun Yayasan tersebut illegal menurut UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008.
Diharapkan agar Pemerintah segera merevisi masa tengggang waktu penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 dengan cara merevisi Pasal 71 UU Yayasan, Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 untuk menyelamatkan ribuan Yayasan lama agar tidak masuk kategori illegal, dan mencabut Pasal 3, Pasal 5, Pasal 7 UU Yayasan karena ketentuan itu dinilai para Pendiri dan Pengurus Yayasan sebagai salah satu faktor yang sangat menyulitkan mengingat pola budaya ber Yayasan di Indonesia di samping beramal juga sarana mata pencaharian, sehingga para Pendiri dan Pengurus Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 bermalas-malas menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasannya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, serta ditopang lagi oleh sikap Pemerintah yang masih memberi dan memperpanjang izin operasional/kegiatan Yayasan illegal tersebut.

SIKAP PEMERINTAH TERHADAP KEBERADAAN YAYASAN YANG BELUM MENYESUAIKAN DIRI TERHADAP UU YAYASAN DAN PP NO.63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UU YAYASAN

SIKAP PEMERINTAH TERHADAP KEBERADAAN YAYASAN YANG BELUM MENYESUAIKAN DIRI TERHADAP UU YAYASAN DAN PP NO.63 TAHUN 2008 TENTANG PELAKSANAAN UU YAYASAN

Oleh: Bisdan Sigalingging, S.H., M.H.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa Medan

Data global Yayasan yang terdaftar di Direktorat Perdata Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Kementerian Hukum dan HAM RI hingga bulan April 2012 berjumlah 39.750 Yayasan, dengan perincian sebanyak 34.397 Yayasan yang mendapatkan surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan disebut juga Yayasan yang baru berdiri setelah disahkannya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, dan sebanyak 5.183 Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan telah melakukan perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 dan telah mendapat surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan (Tabel.5: Data Entry Yayasan untuk Tahun 2003 sampai dengan Tahun 2012), dalam arti semua Yayasan tersebut telah terdaftar dan mendapat pengesahan dari Dirjen AHU Kemenkumham RI.
Berdasarkan data entry Yayasan untuk tahun 2003 s/d 2012 pada Direktorat Perdata Dirjend AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 2012, sebanyak 39.750 Yayasan telah mendapat pengesahan ditunjuk dalam Tabel 5 di bawah ini:
Tabel 5:
Data Entry Yayasan Untuk Tahun 2003 Sampai Dengan Tahun 2012

No
Tahun
SK Yayasan
Perubahan Yayasan
Jumlah
1.
2003
376
35
411
2.
2004
1106
158
1264
3.
2005
2104
341
2445
4.
2006
3085
574
3659
5.
2007
4151
701
4852
6.
2008
5017
880
5897
7.
2009
5007
780
5787
8.
2010
5278
720
5998
9.
2011
6354
824
7178
10.
2012
1919
170
2089
Jumlah
34.397
5.183
39.750
Sumber:   Direktorat Perdata, Dirjen AHU Kemenkumham RI tertanggal 15 Mei 2012
Berdasarkan dari jumlah 34.397 Yayasan yang mendapat surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan disebut juga Yayasan baru, termasuk di dalamnya Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008, namun karena tenggang waktu untuk menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 telah berakhir pada tanggal 06 Oktober 2008 (vide Penjelasan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008) pihak Yayasan membuat akta pendirian Yayasan yang baru, tanpa menghubungkannya dengan akta pendirian Yayasan atau akta-akta Yayasan yang sudah ada sebelumnya, dengan nama yang sama dengan Yayasan sebelumnya. Sebagai contoh, Yayasan AA, dengan Akta Pendirian 1, Akta Perubahan 2,3,4. Yayasan tersebut telah berdiri jauh hari sebelum sahkannya UU Yayasan. Pihak Yayasan mau menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan, namun karena beberapa faktor niat tersebut tidak terlaksana. Batas akhir untuk menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008  telah berakhir tanggal 06 Oktober 2008. Bagaimana cara yang dilakukan oleh pihak Yayasan? Pihak Yayasan membuat akta pendirian Yayasan dihadapan Notaris dengan nama Yayasan AA setelah tanggal 06 Oktober 2008, tanpa menyebutkan Akta Pendirian 1, Akta Perubahan 2,3,4 yang sudah dimiliki Yayasan itu sebelumnya. Akta pendirian Yayasan AA yang didirikan setelah tanggal 06 Oktober 2008 diajukan/dimohonkan untuk mendapatkan pengesahan dari Dirjen AHU, tentunya permohonan yang demikian akan dikabulkan oleh Dirjen AHU. Artinya dalam Yayasan tersebut terdapat dua Yayasan, yakni satu Yayasan tidak terdaftar di Dirjen AHU dan satu Yayasan lagi terdaftar di Dirjen AHU dengan nama yang sama atau hampir sama. Cara yang demikian diamini oleh Dirjen AHU. Cara yang demikian di atas diyakini termasuk dalam kategori dari jumlah 34.397 Yayasan yang terdaftar di Dirjen AHU. Hal demikian dapat menimbulkan persoalan hukum, terutama terhadap izin operasional/kegiatan Yayasan, aset-aset, organ  Yayasan, dan sebagainya. Untuk meminimalisir masalah hukum Yayasan AA yang sudah berdiri sebelum diundangkannya UU Yayasan tersebut dengan cara membubarkan diri dan sekaligus melikuidasi aset-asetnya serta menyerahkannya kepada Yayasan AA yang sudah berdiri setelah tanggal 06 Oktober 2008 dan sudah mendapatkan pengesahan dari Dirjen AHU.
Data entry tersebut di atas hanya sebanyak 5.183 Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan yang menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 yakni melakukan Perubahan Anggaran Dasar Yayasan tersebut sebelum berakhirnya batas akhir tanggal 06 Oktober 2008 (vide Penjelasan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008). Dalam akta perubahan Anggaran Dasar Yayasan tersebut jelas terlihat riwayat dari Yayasan tersebut dan tertuang dalam surat keputusan pengesahan akta pendirian Yayasan tersebut yang diterbitkan Dirjen AHU.
Pendistribusian Yayasan dalam Data Base pada Dirjen AHU belum terbagi per Provinsi/Kabupaten/Kota, artinya Data Base yang ada pada Dirjen AHU tersebut menyatukan untuk seluruh Indonesia. Rachmad Riyanto menyarankan agar ke depan Data Base yang ada di Dirjen AHU dibuat per Provinsi yang ada di Indonesia untuk mempermudah mencari data-data tentang Yayasan tersebut, mana Yayasan yang terdaftar atau yang sudah mendapat pengesahan dari Dirjen AHU.
Menyinggung mengenai batas waktu bagi Yayasan yang sudah berdiri sebelum diundangkannya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 di mana Yayasan tersebut belum juga menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 sampai dengan batas tenggang waktu yang ditetapkan dalam Pasal 39 PP No. 63 Tahun 2008 yakni tanggal 06 Oktober 2008, Rachmad Riyanto menyarakan agar ke depan dibuat sebuah Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI (Permen) untuk menganulir masa tenggang waktu tersebut beberapa tahun ke depan agar Yayasan-yayasan tersebut dapat menyesuaikan diri terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, sepanjang ada desakan dari masyarakat. Bilamana tidak ada desakan dari masyarakat, Pemerintah akan tetap menganggap pelaksanaan PP No.63 Tahun 2008 tidak ada masalah. Dirjen AHU selaku pelaksana dari PP No.63 Tahun 2008 masih terikat dengan PP No.63 Tahun 2008 tersebut. Lebih lanjut Rachmad Riyanto mengatakan bahwa di Gorontalo, ribuan Yayasan yang sudah berdiri sebelum diundangkannya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 juga belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasanya terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008. Bila hal itu terus terjadi pada semua daerah, tentu akan berakibat fatal, Yayasan tersebut tidak dibenarkan menggunakan kata Yayasan di depan nama Yayasannya dan juga hal dimaksud akan membawa dampak terhadap pertanggungjawaban hukum dikemudian hari.
Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 menurut Rachmad Riyanto akan diberi lagi kesempatan untuk menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan  yang akan diatur kemudian dengan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Republik Indonesia, karena kalau berdasarkan PP No.63 Tahun 2008 diterapkan secara konsekwen maka telah pupus lah harapan bagi Yayasan-yayasan yang berdiri sebelum diundangkannya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 untuk menyesuaikan diri terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 karena batas waktu untuk menyesuaikan diri terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 telah berakhir pada tanggal 06 Oktober 2008.
Banyaknya Yayasan menurut Rachmad Riyanto yang berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 belum menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 yang diperkirakan mencapai 90%  disebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:
  1. Kurangnya sosialisasi atas UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 terhadap masyarakat yang disebabkan oleh dana dan waktu.
  2. Tidak adanya lembaga pengawasan terhadap Yayasan, baik di tingkat Kabupaten/Kota  maupun Provinsi terhadap keberadaan Yayasan tersebut; dan
  3. Sikap dari Dirjen AHU dan Notaris yang ada di seluruh Wilayah Indonesia terhadap persoalan Yayasan hanya bersikap passif.
Mengenai sikap Dirjen AHU terhadap Yayasan yang belum menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 pada prinsifnya Dirjen AHU terikat kepada ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008, namun walaupun demikian Dirjen AHU tetap memperhatikan kepentingan masyarakat, sekalipun batas akhir penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 telah berakhir. Sikap Pemerintah dalam hal ini merencanakan akan mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM untuk menambah waktu agar penyesuaian dimaksud dapat dilakukan, sepanjang ada desakan dari masyarakat.
Pada hakikatnya, menurutnya kontribusi Yayasan dapat dirasakan manfaatnya yang besar bagi kemajuan dan pembangunan bangsa dalam mendukung program-program Pemerintah. Jika Yayasan-yayasan tersebut dibubarkan dan atau dilikuidasi maka secara logika dengan pertimbangan sosial dan hak asasi manusia merupakan sesuatu yang sangat sulit untuk dilakukan, karena jauh sebelum Republik ini merdeka peran Yayasan sudah sangat dirasakan bangsa ini. Oleh sebab itu jalan yang harus ditempuh adalah melakukan revisi terhadap ketentuan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 khususnya terkait dengan batas waktu yang telah lewat untuk menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan yakni tanggal 06 Oktober 2008. Untuk mengatasi persoalan ini, uji materil harus segera dilakukan sebab sejak berakhirnya batas waktu yakni tanggal 06 Oktober 2008 hingga saat ini tahun 2012 atau telah berlangsung kurang lebih empat tahun belum ada nampak reaksi dari Pemerintah untuk mengatasi persoalan ini.
Terhadap persoalan Yayasan yang demikian di atas adalah sesuatu yang tidak mungkin dibiarkan. Dalam situs Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kopertis Wilayah XII diberitakan bahwa terhitung sejak tanggal 29 Maret 2011, sekitar 90% dari 21.000 Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan masuk kategori illegal karena tidak menyesuaikan akta pendiriannya hingga telah lewat tenggang waktu yang ditentukan yakni tanggal 06 Oktober 2008.
Sebuah kritik tajam dalam penelitian ini ditujukan kepada pihak Pemerintah, di mana Pemerintah tampaknya tidak mampu menawarkan solusi terbaik terhadap persoalan Yayasan demikian hingga telah berlangsung selama kurang lebih 4 (empat) tahun. Dengan tidak adanya kebijakan dari Pemerintah Republik Indonesia selain mengeluarkan PP No.63 Tahun 2008, seolah-olah Pemerintah melakukan pembiaran atau membiarkan Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya terhadap UU Yayasan tersebut mati secara perlahan-lahan atau dengan sengaja dimatikan tanpa penerapan sanksi hukum baik sanksi pidana (straf) maupun sanksi tindakan (matregel) yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya. 
Misalnya polemik Yayasan yang bergerak dalam bidang pendidikan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya terhadap UU Yayasan ada sekitar 90% dari 21.000 Yayasan tersebut. Jumlah itu masih dalam kategori Yayasan yang bergerak di bidang pendidikan belum lagi jika dikalkulasikan semua Yayasan yang bergerak pada bidang-bidang lainnya, misalnya Yayasan yang bergerak di bidang Haji dan Umroh, dan lain sebagainya. Kondisi demikian butuh solusi, namun, belum ada kejelasan cara penyelesaiannya.
Dalam situs tersebut, Dirjen AHU Kemenkumham RI menyikapinya dengan mengatakan sebagai berikut:
Kami hanya pelaksana, yang bisa dilakukan Yayasan lama mengajukan untuk dibuat Yayasan baru. Artinya, harus ada hibah dari Yayasan lama ke Yayasan baru. Pemerintah tidak bisa memutihkan Yayasan pendidikan yang terlambat menyesuaikan diri selama aturan hukum soal Yayasan masih mengikat pemerintah. Namun, pemerintah juga tidak menindak tegas Yayasan pendidikan yang belum menyesuaikan diri. Pembubaran juga tidak direncanakan. Pembubaran baru bisa dilakukan dengan putusan pengadilan atas permohonan kejaksaan atau pihak berkepentingan.

Pernyataan sikap yang disampaikan Dirjen AHU tersebut, jelas tampak tidak ada tindakan tegas dari Pemerintah terhadap persoalan Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya, bahkan pembubaran juga tidak direncanakan melainkan pembubaran baru bisa dilakukan apabila ada putusan Pengadilan atas permohonan oleh pihak Kejaksaan atau pihak berkepentingan dalam hal ini masyarakat yang dirugikan. Jelas dalam pernyataan ini, Pemerintah membiarkan Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan akta pendiriannya terhadap UU Yayasan mati secara perlahan-lahan atau sengaja dimatikan melalui kebijakan yuridis. Dari kebijakan yuridis tersebut terkesan Pemerintah lebih mengutamakan atau menganak emaskan Yayasan yang baru berdiri untuk mendapatkan status badan hukum dari Dirjen AHU, sekalipun Yayasan yang baru berdiri tersebut belum ada berbuat yang terbaik untuk bangsa dan negara ini. Kondisi demikian adalah sesuatu hal yang mendesak dan darurat untuk segera dilakukan uji materil terhadap ketentuan Pasal 71 UU Yayasan ke Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia dan uji materil ketentuan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 ke Mahkamah Agung Republik Indonesia terkait dengan penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terutama berkenaan dengan batas waktu penyesuaian perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar yang telah berakhir tanggal 06 Oktober 2008 yang lalu.
Thomas Suyatno, Ketua Umum Asosiasi Badan Penyelenggara Perguruan Tinggi Swasta Seluruh Indonesia (ABPPTSI) menyayangkan sikap Pemerintah yang demikian dan pihak ABPPTSI mendukung kuat untuk pengujian materil terhadap Pasal 71 UU Yayasan tersebut. Pengujian materil ketentuan Pasal 71 UU Yayasan dan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 tentang Pelaksanaan UU Yayasan juga didukung oleh Badan Musyawarah Perguruan Swasta (BMPS).
Apabila Yayasan-yayasan yang belum menyesuaikan Akta Pendirian/Anggaran Dasarnya dan belum mendapatkan pengesahan dari Menteri Hukum dan HAM tetap dibiarkan beroperasi seperti sediakala, maka dapat dibayangkan berapa banyak keuntungan yang terus dinikmati oleh para pendiri atau pemilik Yayasan yang merangkap sebagai pengurus Yayasan. Setidaknya jika Pemerintah menerapkan ketentuan Pasal 71 ayat (4) UU Yayasan dan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 tersebut dengan secara sungguh-sungguh dan serius menerapkan sanksi hukum dimaksud, yakni membubarkan dan melikuidasi aset kekayaan Yayasan yang tidak menyesuaikan Akta Pendiriannya tersebut, sehingga menjadi contoh konkrit implementasi UU Yayasan kepada Yayasan-yayasan yang tetap beroperasi saat ini.
Namun, walaupun Yayasan-yayasan tersebut dapat dibubarkan atau dilikuidasi asetnya, akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 71 ayat (4) UU Yayasan harus terlebih dahulu dimohonkan oleh Kejaksaan atau pihak lain yang berkepentingan ke Pengadilan Negeri setempat. Kejaksaan Negeri sekalipun masih tampak jarang melakukan permohonan ke Pengadilan Negeri demikian pula pihak-pihak yang berkepentingan misalnya masyarakat yang dirugikan.
Mengingat batas akhir penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar yang ditentukan UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 telah berakhir pada tanggal 06 Oktober 2008 (vide Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008) maka sudah saatnya Yayasan-yayasan tersebut ditutup dan terhadap pengurusnya dapat diterapkan sanksi pidana. Namun, jika dipertimbangkan lebih jauh dan mendalam mengenai dampak yang ditimbulkan secara yuridis bahwa semua kegiatan Yayasan yang belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya itu termasuk kegiatan yang illegal dan bahkan lulusan atau para alumninya sekalipun yang berasal dari Yayasan tersebut (jika bergerak di bidang pendidikan) dapat dikatakan illegal.
Tidak tanggung-tanggung dampak dari UU Yayasan ini terhadap nasib Yayasan-Yayasan yang belum menyesuaikan diri terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 sangat beresiko tinggi, sebab akan sangat banyak jumlah para alumni yang berasal dari Yayasan-yayasan tersebut khususnya di bidang pendidikan yang belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya menyandang gelar akademik yang illegal, apakah kondisi demikian akan tetap dibiarkan tanpa ada tindakan dari Pemerintah? Jika diterapkan sanksi hukum sebagaimana yang dijelaskan di atas akan menjadi dilema yang cukup sistemik terhadap seluruh lini dalam Yayasan termasuk masyarakat. Jika dibiarkan tanpa ada tindakan dari pemerintah, maka semakin memperjelas carut marutnya penegakan hukum di negara ini, karena masalah Yayasan akan timbul di mana-mana.
Untuk menghadapi persoalan ini, walaupun UU Yayasan mengamanatkan berupa sanksi pidana maupun berupa sanksi administratif atau tindakan terhadap Yayasan-yayasan dimaksud menurut hemat Penulis adalah sesuatu yang tidak adil jika kebijakan yang dilakukan oleh pemerintah adalah menerapkan sanksi yang dimaksud. Sebab kontribusi dari Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 telah banyak pula memberikan manfaat terhadap kualitas bangsa dan negara ini dan bahkan sangat membantu program kerja Pemerintah misalnya dalam bidang pendidikan dan keagamaan yang tak bisa dinafikan oleh Pemerintah sendiri. Oleh sebab itu, satu-satunya jalan yang harus ditempuh guna menyelamatkan ribuan Yayasan-yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 adalah melakukan uji materil ke Mahkamah Konstitusi RI dan Mahkamah Agung RI terhadap pasal-pasal dalam UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 khususnya Pasal 71 UU Yayasan dan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008. Sebelum dilakukan uji materil atau direvisi ketentuan terkait dengan masa tenggang waktu penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar yang ditentukan dalam UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 tersebut, maka tidak ada pilihan lain bagi Yayasan-yayasan tersebut yang saat ini untuk bergegas dan berusaha menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasanya terhadap UU Yayasan. Di topang pula adanya kegamangan para Pendiri dan Pengurus Yayasan yang sudah berdiri sebelum disahkannya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 terhadap ketentuan Pasal 3, Pasal 5, Pasal 7 UU Yayasan, yang dapat semakim memperuncing perlawanan terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008.
Tanggung jawab Pengurus Yayasan terhadap Yayasan yang sudah didirikan sebelum lahirnya UU Yayasan adalah menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasannya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 dengan akta notarial. Perubahan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan disampaikan kepada Dirjen AHU dengan dilampiri syarat-syarat formil yang ditetapkan UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 bila Yayasan dimaksud mau menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, namun harapan Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan untuk menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 saat sekarang ini telah pupus karena terganjal ketentuan Pasal 39 PP No. 63 Tahun 2008. Bilamana Pengurus tidak menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008,  Pengurus Yayasan bertanggung jawab untuk melikuidasi Yayasan beserta harta kekayaannya dan membubarkan Yayasan tersebut kemudian menyerahkan harta kekayaan hasil likuidiasi kepada Yayasan lain atau badan hukum lain atau kepada Negara yang penggunaannya dilakukan sesuai kegiatan Yayasan yang bubar.
Pengurus Yayasan yang tidak menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasannya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, maka Pengurus Yayasan tersebut secara tanggung renteng bertanggung jawab memanggil likuidator untuk melikuidasi Yayasan beserta harta kekayaannya serta membubarkan Yayasan tersebut kemudian menyerahkan harta kekayaan hasil likuidasi kepada Yayasan lain atau badan hukum lain atau kepada Negara yang penggunaannya disesuaikan dengan kegiatan Yayasan yang bubar, atau bilamana Pengurus Yayasan dimaksud keberatan atas hal tersebut di atas Pengurus Yayasan yang dikategorikan illegal menurut UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 dapat mengajukan permohonan uji materil terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008.
Status hukum harta kekayaan Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 jika akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan tersebut tidak disesuaikan terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 bertalian dengan status hukum Yayasan tersebut ”dianggap tidak pernah ada atau illegal” menurut perspektif Pasal 71 ayat (4) UU Yayasan dan Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008, sehingga konsekwensinya status hukum harta kekayaan Yayasan dimaksud harus diserahkan kepada likuidator untuk dilikuidasi dan diserahkan kepada Yayasan lain atau badan hukum lain atau Negara untuk digunakan mencapai maksud dan tujuan Yayasan yang bubar tersebut. Yayasan-yayasan yang masih beroperasi atau melaksanakan kegiatan dan tidak menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 serta tidak disahkan oleh Kemenkumham tidak boleh menggunakan kata Yayasan di depan namanya dan dapat dibubarkan berdasarkan putusan Pengadilan atas permohonan Kejaksaan atau pihak yang berkepentingan.
Diharapkan Pemerintah melalui kebijakan yuridisnya agar tidak terlalu mengintervensi kebebasan masyarakatnya dalam hal kegiatan berorganisasi sebagaimana diamanatkan UUD 1945 tentang kemerdekaan berserikat dan berkumpul dalam naungan Yayasan, sebab intervensi melalui UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 tersebut dinilai terlalu berlebihan serta mematikan Yayasan yang tidak menyesuaikan Anggaran Dasar secara perlahan-lahan.
Sikap Pemerintah terhadap keberadaan Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan belum menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasarnya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 hingga telah lewat batas akhir penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan yang ditentukan tanggal 06 Oktober 2008, pemerintah masih tetap memberikan dan memperpanjang izin operasional/kegiatan sekolah-sekolah swasta yang berada di bawah naungan Yayasan yang illegal dimaksud. Hal ini dapat dibuktikan dari penetapan tanggal, bulan, dan tahun dari beberapa surat keputusan yang diterbitkan Dinas Pendidikan Kota Medan, Badan Akreditasi Nasional Sekolah/ Madrasah Provinsi Sumatera Utara, Badan Akreditasi Sekolah Kota Medan, Kementerian Agama Kota Medan, Kementerian Agama Provinsi Sumatera Utara, dan Dinas Kesejahteraan dan Sosial Provinsi Sumatera Utara, dengan berbagai pertimbangan diantaranya didasari faktor sosial dan politik, sekalipun Yayasan tersebut illegal menurut UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008.
Diharapkan agar Pemerintah segera merevisi masa tengggang waktu penyesuaian akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasan terhadap UU Yayasan dan PP No.63 Tahun 2008 dengan cara merevisi Pasal 71 UU Yayasan, Pasal 39 PP No.63 Tahun 2008 untuk menyelamatkan ribuan Yayasan lama agar tidak masuk kategori illegal, dan mencabut Pasal 3, Pasal 5, Pasal 7 UU Yayasan karena ketentuan itu dinilai para Pendiri dan Pengurus Yayasan sebagai salah satu faktor yang sangat menyulitkan mengingat pola budaya ber Yayasan di Indonesia di samping beramal juga sarana mata pencaharian, sehingga para Pendiri dan Pengurus Yayasan yang sudah berdiri sebelum lahirnya UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008 bermalas-malas menyesuaikan akta pendirian/Anggaran Dasar Yayasannya terhadap UU Yayasan dan PP No. 63 Tahun 2008, serta ditopang lagi oleh sikap Pemerintah yang masih memberi dan memperpanjang izin operasional/kegiatan Yayasan illegal tersebut.