PERAN PEMERINTAH DALAM TEORI WALFARE STATE
Oleh
Bisdan Sigalingging, SH, MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa
Medan 2015
Ada tiga tipe negara, pertama tipe negara penjaga malam, kedua tipe negara hukum formal, dan ketiga tipe negara hukum materil. Tipe negara penjaga malam (nachtwachtterstaat) merupakan tipe negara yang menganut sistem pemerintahan liberal. Tipe negara hukum formal ditandai dengan campur tangan dari aktivitas kebebasan bertindak yang dilakukan oleh pejabat pemerintahnya dibatasi dengan undang-undang artinya harus sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
Sedangkan tipe negara hukum materil ada dalam sistem negara kesejahteraan (walfare state). Dalam sistem negara kesejahteraan dalam hal pelayanan publik diberikan kewenangan kepada pejabat pemerintahnya untuk bertindak diluar daripada ketentuan undang-undang yang disebut dengan wewenang diskresi atau disebut juga dengan freies ermessen. Dengan demikian peran kebijakan publik dalam pembangunan nasional sangat penting, terutama dalam dalam tipe negara hukum materil seperti di Indonesia yang menganut sistem negara kesejahteraan (walfare state).
Konsep freies ermessen ini senantiasa dapat dijumpai dalam sistim pemerintahan modern dalam bentuk negara kesejahteraan. Walaupun asas diskresi ini diberikan kepada pejabat pemerintah, tetapi dalam melaksanakannya harus berhati-hati yang didasarkan pada kebijaksanaan, sebab asas diskresi menyangkut kebebasan pemerintah mengeluarkan keputusan, sehingga bisa tidak terkontrol, oleh sebab itu harus dilaksanakan dengan bijaksana dan penuh dengan pertimbangan.
Wewenang diskresi berupa freies ermessen merupakan kebebasan yang diberikan kepada tata usaha negara dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan, sejalan dengan peningkatan tuntutan pelayanan publik (bestuurszorg), yang harus diberikan oleh pejabat tata usaha negara terhadap kehidupan sosial ekonomi para warga yang semakin kompleks. Wewenang freies ermessen merupakan hal yang tidak terelekkan dalam tatanan tipe negara kesejahteraan modern dalam memenuhi tuntutan ekonomi global.
Tipe negara meteril atau sistem negara kesejahteraan ini berkembang akibat pergeseran ideologi liberal yang bersifat individualistis ke arah ideologi sosialis yang lebih mengutamakan kepentingan masyarakat. Dalam hubungannya dengan sistem perekonomian masyarakat, sistem negara kesejahteraan, pemerintahnya turut campur dalam masalah ekonomi masyarakat dengan memberikan pelayanan publik melalui kebijakan-kebijakan pemerintah.
Kelahiran negara hukum materil atau negara kesejahteraan didorong oleh perkembangan tugas-tugas pemerintah yang semakin kompleks dan luas, terutama dalam masalah sosial dan ekonomi. Negara hukum kesejahteraan merupakan negara hukum yang sangat kompleks. Dalam konsep negara hukum kesejahteraan, selain pemerintahnya bersifat penjaga malam, juga aktif atau turut serta dalam penyelenggaraan ekonomi nasional, sebagai pembagi jasa-jasa, penengah terhadap berbagai kelompok yang bersengketa, dan ikut aktif dalam berbagai bidang kehidupan lainnya.
Tujuan negara hukum materil atau negara kesejahteraan adalah memberikan kesejahteraan kepada warga masyarakatnya (kesejahteraan umum). Dalam melaksanakan tujuan tersebut, dihadapi berbagai masalah yang bersifat prinsip, berkenaan dengan upaya-upaya yang harus ditempuh oleh pemerintah supaya kesejahteraan umum dapat dinikmati secara merata untuk menghindari sifat kapitalis.
Negara hukum materil (kesejahteraan) lebih fleksibel dari tipe negara hukum formal, sebab pemerintah dalam menjalankan tugas-tugasnya tidak terikat secara kaku kepada ketentuan perundang-undangan berdasarkan asas legalitas. Namun tidak berarti bahwa pemerintah dapat melanggar atau mengabaikan ketentuan perundang-undangan tanpa dasar atau alasan yang kuat.
Peran pemerintah dalam negara hukum materil (kesejahteraan) tidak semata-mata sebagai pelaksana undang-undang yang bertindak pasif tanpa inisiatif. Pemerintah harus aktif dan kreatif sehingga berbeda dengan fungsi pemerintah dalam tipe negara formal yang bersifat pasif dan kaku pada undang-undang semata. Dalam negara hukum materil (kesejahteraan) ada diberikan wewenang bertindak bebas kepada pejabat pemerintahnya dalam menanggapi perkembangan-perkembangan baru yang timbul dalam masyarakat.
Jika sangat darurat dan genting, pemerintah dalam konsep negara kesejehteraan dapat bertindak dengan cepat mendahului badan legislatif supaya pemerintah dapat mencegah kerugian yang lebih besar yang mungkin saja akan timbul jika senadainya pemerintah bersikap pasif. Namun, fleksibilitas yang dimiliki oleh pemerintah dalam bertindak tersebut, tentu saja akan membuka kemungkinan penyalahgunaan wewenang kekuasaan yang menjadi masalah tersendiri dalam penyelenggfaraan negara.
Keterlibatan pemerintah dalam ranah kehidupan individu dengan tujuan untuk menyelenggarakan kesejahteraan umum membuat pemerintah tidak boleh bersifat pasif sebagai penjaga ketertiban dan keamanan saja. Untuk menyelenggarakan kepentingan umum dan kemakmuran rakyat, pemeirintah harus aktif dalam mengatur, mengurus, dan melayani masyarakat.
Segenap permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang menuntut penyelesaian harus diurus dan ditangani oleh pemerintah. Bahkan pemerintah harus dapat memberikan bimbingan dan arahan berkenaan dengan hal-hal yang akan terjadi di masa depan supaya masyarakat terhindar dari segenap masalah yang mungkin terjadi.
Pemerintah tidak boleh menolak melayani segenap kepentingan dan kebutuhan masyarakat dengan alasan apapun. Kepentingan dan kebutuhan masyarakat sangat kompleks dan setiap hari akan semakin bertambah macamnya sehingga setiap hari jumlah urusan yang harus diselenggarakan oleh pemerintah juga ikut bertambah. Oleh sebab itulah pemerintah diberikan kewenangan kebebasan bertindak dalam memberikan pelayanan publik.
Oleh karena luas dan rumit serta kompleksnya permasalahan dalam masyarakat, pemerintah dituntut bertindak cepat dan luwes dalam mengantisipasi dan menangani segenap permasalahan yang terjadi dalam masyarakat yang tidak selalu dapat diperkirakan dapat terjadi. Situasi dan kondisi masyarakat yang selalu berkembang dengan sangat cepat menimbulkan masalah tersendiri bagi pemerintah dalam konsep negara kesejahteraan.
Dalam rangka menyikapi situasi dan kondisi yang selalu berkembang dengan cepat tersebut, pemerintah tidak mungkin hanya berpegang pada asas legalitas yang bersifat kaku hendak dipertahankan dalam menyikapi perkembangan-perkembangan baru yang terjadi dalam masyarakat dengan alasan demi kepastian hukum, mustahil tidak akan terjadi kerugian yang lebih besar jika kepada pemerintah tidak diberikan kebebasan bertindak dalam mengeluarkan kebijakan publik.
Prinsip kepastian hukum dan asas legalitas dalam negara kesejahteraan tidak lagi harus dijalankan secara kaku dan totonom. Prinsip kepastian hukum dan asas legalitas harus diterobos. Penorobosan prinsip ini tidak berarti melemahkan atau mengesampingkan, tetapi harus dinilai sebagai tindakan yang melengkapi asas legalitas dan prinsip kepastian hukum.
Kebebasan bertindak yang dimiliki oleh administrasi negara dapat diterima dengan makna yang positif dan bukan dalam makna yang negatif, yakni sebagai bentuk wewenang baru. Hal itu perlu ditekankan di sini karena lapangan hukum administrasi negara, kebebasan bertindak (diskresi) tidak selalu dipandang dalam arti negatif oleh para pakar. Kurang dapat diterima jika diksresi pemerintah dipandang sebagai bentuk kesewenang-wenangan.
Kebebasan bertindak atas inisiatif sendiri yang diberikan kepada pemerintah dalam negara hukum kesejahteraan menunjukkan suatu proses perubahan pola pikir mengenai tujuan negara hukum. Dalam negara hukum formal, kepastian hukum (rechtmatig) merupakan tujuan utama dan untuk mewujudkan tujuan inilah asas legalitas diterima sebagai asas pokok dalam negara hukum formal.
Sedangkan dalam negara hukum kesejahteraan (negara hukum materil), tujuan utamanya adalah kemanfaatan (doelmatig) hukum demi mencapai kesejehateraan masyarakat umum. Untuk itulah ide negara hukum materil (kesejahteraan) memberikan kebebasan bertindak atas inisiatifnya sendiri bagi para pejabat pemerintah dalam memberikan pelayanan publik misalnya dalam mengeluarkan kebijakan publik.
Sebagaimana telah dijelaskan demikian pentingnya kebijakan publik dalam tipe negara materil atau negara kesejahteraan di atas, pada prinsipnya pentingnya kebijakan publik tersebut dalam rangka mendukung pembangunan nasional. Jika sekiranya dalam negara kesejahteraan, pemerintah dikekang atau dibatasi dalam mengeluarkan kebijakan publik hanya berdasarkan pada undang-undang (beschikking) dan tidak diberikan kewenangan bertindak di luar ketentuan undang-undanga berdasarkan wewenang diskresi (freies ermessen) atau disebut juga dengan peraturan kebijakan (beleidsregels), maka dipastikan pemerintah akan bersifat kaku dalam menghadapi segala persoalan dalam masyarakat, sehingga pembangunan nasional juga terikut imbasnya yakni terjadinya stagnasi (hambatan) dalam pencapaian pembangunan nasional.
Terutama isu-isu yang berkembang yang berupaya mengkirminalisasi kebijakan publik dan terhadap pejabat yang mengambil kebijakan merupakan hal yang menakutkan dan bisa berpotensi menimbulkan kemunduran bangsa. Padahal diketahui, bahwa kebijakan tersebut adalah bagian dari suatu sistem pembangunan nasional.
Marwan Effendy dengan tegas menyatakan jika seorang pejabat pemerintah takut mengambil suatu kebijakan, maka roda pemerintahan tidak akan berjalan sebagaimana yang diharapkan. Lebih-lebih jika kegiatan tersebut terkait dengan bisnis, maka akan berdampak terhadap investasi kalau khawatir kebijakan tersebut terjerat pidana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar