Kamis, 07 Maret 2013

PRINSIP KETERBUKAAN DI PASAR MODAL
Oleh:
Bisdan Sigalingging, SH, MH
Dosen Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa Medan

Investor sangat membutuhkan informasi dari perusahaan yang melakukan emisi di bursa efek guna mengukur nilai imbalan dan pengelolaan risiko investasinya. Dengan demikian tingkat efisiensi pasar modal ditentukan oleh ketersediaan informasi tersebut. Keterbukaan informasi perusahaan yang menerbitkan saham sangat dibutuhkan oleh investor.
Prinsip keterbukaan menjadi persoalan inti di pasar modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Keterbukaan tentang fakta materiel sebagai jiwa pasar modal didasarkan pada keberadaan prinsip keterbukaan yang memungkinkan tersedianya bahan pertimbangan bagi investor, sehingga ia secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham.
Prinsip keterbukaan merupakan pedoman umum yang mensyaratkan emiten, perusahaan publik dan pihak lain tunduk pada UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal untuk menginformasikan kepada masyarakat pada waktu yang tepat seluruh informasi mengenai efek emiten yang dapat berpengaruh terhadap keputusan investor terhadap harga efek dimaksud.
Kepatuhan melaksanakan prinsip keterbukaan merupakan kunci utama dalam menciptakan Pasar Modal yang adil dan efisien.
Prinsip keterbukaan menjadi persoalan yang sangat penting di Pasar Modal dan sekaligus merupakan jiwa pasar modal itu sendiri. Penegasan prinsip keterbukaan ditemukan dalam Pasal 1 angka (25) UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, menentukan:
Prinsip keterbukaan adalah pedoman umum yang mensyaratkan Emiten, Perusahaan Publik, dan Pihak lain yang tunduk pada Undang-undang ini untuk menginformasikan kepada masyarakat dalam waktu yang tepat seluruh Informasi Material mengenai usahanya atau efeknya yang dapat berpengaruh terhadap keputusan pemodal terhadap Efek dimaksud dan atau harga dari Efek tersebut.
Tujuan dari prinsip keterbukaan untuk menciptakan efisiensi dalam transaksi efek di mana para investor dalam perdagangan efek dapat melakukan perdagangan secara transparan, adil, dan bijaksana.
Tanpa kewajiban keterbukaan ini mustahil tercipta pasar efisien, bahkan sebaliknya bisa terjadi kemungkinan investor yang tidak memperoleh informasi karena tidak meratanya informasi kepada investor yang disebabkan ada informasi yang tidak di-disclose atau terdapat suatu informasi yang belum tersedia untuk publik, tetapi telah disampaikan kepada orang-orang tertentu.
Keterbukaan sebagai jiwa Pasar Modal akan memberikan peluang bagi investor yang memungkinkan sehingga dengan pertimbangan bagi investor secara rasional dapat mengambil keputusan untuk melakukan pembelian atau penjualan saham.
Keterbukaan dalam transaksi efek menyangkut seluruh informasi mengenai keadaan usahanya yang meliputi aspek keuangan, hukum, manajemen, dan harta kekayaan perusahaan yang akan melakukan emisi saham di bursa.
Pelanggaran terhadap prinsip keterbukaan dapat menyebabkan informasi yang diterima investor adalah menyesatkan, gambaran semu, sehingga dari informasi yang menyesatkan atau gambaran semu tersebut pihak investor menjadi rugi. Selama go public keterbukaan wajib terus berlangsung.
Keterbukaan berlaku sejak emiten atau perusahaan publik tersebut didaftarkan (listing) di bursa, maka sejak itu emiten tersebut wajib melaporkan dan membuka ke publik mengenai segala sesuatunya yang ada di dalam prospektus.
Antara Pasal 80 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dan paragraf 6 penjelasan umum tidak relevan sebab penegasan Pasal 80 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sebenarnya prinsip keterbukaan sudah diwajibkan untuk dilaksanakan dalam pengungkapan fakta materil di dalam prospektus ketika didaftarkan di bursa.
Tetapi dalam paragraf 6 penjelasan umum disebutkan, ”....Dalam undang-undang ini diatur mengenai adanya ketentuan yang mewajibkan pihak yang melakukan penawaran umum dan memperdagangkan efeknya di pasar sekunder untuk memenuhi prinsip keterbukaan. Penjelasan ini seolah-olah keterbukaan mulai dilaksanakan di pasar sekunder.
Sesungguhnya menurut Pasal 80 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal keterbukaan diwajibkan kepada emiten untuk menyampaikan prospektus kepada Bapepam. Sedangkan yang dimaksud dalam paragraf 6 penjelasan umum tersebut adalah pembukaan informasi ke publik (disclosed).
Jadi ada dua tahapan keterbukaan ini yakni pada saat pendaftaran dan pada saat diumumkan ke publik. Pada saat pendaftaran prospektus harus benar-benar dibuat secara jujur mengenai fakta materil emiten. Pada tahap inilah insider bisa melakukan pelanggaran, misalnya menginformasikan kepada orang-orang tertentu di luar bursa untuk melakukan atau tidak melakukan transkasi efek emiten yang telah terdaftar.
Pelaksanaan prinsip keterbukaan mulai diterapkan di Pasar Modal menurut penjelasan di atas ketika melakukan penawaran umum dan memperdagangkan efeknya di pasar sekunder harus memenuhi prinsip keterbukaan.
Hal ini berarti sebelum informasi di buka ke publik, informasi tersebut dilarang untuk dibuka atau disampaikan kepada siapapun atau pihak manapun. Di sinilah batasan mulai berlakunya prinsip keterbukaan dalam kegiatan di Pasar Modal.
Pelaksanaan prinsip keterbukaan yang paling awal dalam mekanisme pasar modal sudah dimulai pada saat perusahaan memasuki tahap prapencatatan pernyataan pendaftaran. Pernyataan pendaftaran yang wajib diserahkan kepada Bapepam terdiri dari prospektus awal (preliminary prospectus) dan dokumen-dokumen pendukung.
Pelaksanaan prinsip keterbukaan merupakan perintah undang-undang, apabila diperhatikan ketentuan-ketentuan yang diatur dalam UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, pengaturannya tersebar pada pasal-pasal misalnya: Pasal 75 ayat (1) menentukan, “Bapepam wajib memperhatikan kelengkapan, kecukupan, objektivitas, kemudahan untuk dimengerti, dan kejelasan dokumen Pernyataan Pendaftaran untuk memastikan bahwa Pernyataan Pendaftaran memenuhi Prinsip Keterbukaan”.
Selanjutnya Pasal 83 menentukan, “Setiap Pihak yang melakukan penawaran tender untuk membeli Efek Emiten atau Perusahaan Publik wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam”.
Pasal 84 menentukan, “Emiten atau Perusahaan Publik yang melakukan penggabungan, peleburan, atau pengambilalihan perusahaan lain wajib mengikuti ketentuan mengenai keterbukaan, kewajaran, dan pelaporan yang ditetapkan oleh Bapepam dan peraturan perundang-undangan lainnya yang berlaku”, dan dalam pasal-pasal di Bab X yakni Pasal 85, Pasal 86, Pasal 87, dan Pasal 89 juga menghendaki kewajiban dalam hal Pelaporan dan Keterbukaan Informasi.
Bahkan salah satu alasan diundangkannya UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menggantikan UU No.15 Tahun 1952 tentang penetapan Undang-Undang Darurat Tentang Bursa sebagai Undang-Undang adalah karena UU No.15 Tahun 1952 tidak mengatur kewajiban pelaksanaan prinsip keterbukaan. UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal mempertegas pengaturan prinsip keterbukaan merupakan hal-hal yang sangat penting dalam kegiatan Pasar Modal.
Menurut Bismar Nasution, sangat banyak ketentuan kewajiban keterbukaan (mandatory disclosure) bagi emiten atau perusahaan publik. Fokus sentral dari hukum pasar modal  ini adalah prinsip keterbukaan, oleh karena perannya membuat investor atau pemegang saham dan pelaku-pelaku bursa mempunyai informasi yang cukup dan akurat dalam pengambilan keputusannya dalam berinvestasi.
Dengan informasi ini dapat diantisipasi terjadinya perbuatan curang (fraudulent acts) atau pernyataan menyesatkan (misleading statement) atau penghilangan (omission) atau insider trading di pasar modal.

Tidak ada komentar: