Rabu, 06 Maret 2013

Pentingnya Peranan Pasar Modal di Indoensia

Pentingnya Peranan Pasar Modal di Indoensia
Oleh: Bisdan Sigalingging, SH, MH
Dosen Hukum Pasar Modal pada Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa Medan
Pasar Modal menawarkan alternatif baru bagi dunia usaha untuk memperoleh sumber pemberdayaan usahanya, di samping menambah alternatif baru bagi investor untuk melakukan investasi di luar investasi bidang perbankan dan bentuk investasi yang lain. Adanya Pasar Modal sebagai salah satu sarana media investasi bagi masyarakat khususnya investor yang ingin menginvestasikan dananya dalam satu sistem pengelolaan dana di Pasar Modal baik dalam jangka waktu panjang ataupun jangka pendek. Pasar modal memiliki peranan yang penting di sektor keuangan negera bahkan UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal menempatkannya di bawah tanggung jawab Menteri Keuangan.
Tujuan dibentuknya Pasar Modal untuk menunjang pelaksanaan pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas ekonomi nasional ke arah peningkatan kesejahteraan rakyat. Pasar Modal mempunyai peranan strategis sebagai salah satu sumber pembiayaan bagi dunia usaha, sedangkan di sisi lain Pasar Modal juga merupakan wahana investasi bagi masyarakat, termasuk pemodal kecil dan menengah. Pasar Modal di negara maju merupakan salah satu lembaga yang diperhitungkan bagi perkembangan ekonomi negara tersebut.
Peran Pasar Modal dalam pembangunan perekonomian bangsa ataupun pembangunan nasional dapat membawa keuntungan yang sangat besar jika dilakukan dalam koridor yang baik, adil, fair, benar, dan efisien. Keikutsertaan masyarakat investor melalui instrumen Pasar Modal menjadi harapan bersama untuk memberikan sumbangan bagi pembangunan ekonomi secara nasional.
Dengan Pasar Modal dana dari investor dialokasikan secara efisien dari unit ekonomi yang mempunyai dana surplus kepada unit ekonomi yang mempunyai dana defisit. Pihak yang kelebihan dana itu adalah masyarakat investor sedangkan pihak yang kekurangan dana adalah emiten atau perusahaan publik. Pasar modal mempertemukan emiten atau perusahaan publik yang kekurangan dana mengembangkan usahanya dan masyarakat investor yang kelebihan dana untuk bertransaksi efek atau sekuritas.
Secara klasik Pasar Modal sebagai suatu bidang usaha perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat saham, dan obligasi atau efek-efek pada umumnya. Namun kegiatan di Pasar Modal sesungguhnya merupakan sistem yang mempertemukan antara penjual dan pembeli dan tempatnya ada di BEI. Pasar Modal berbeda dengan pasar konkret, karena Pasar Modal memperjualbelikan modal atau dana, modal itu ada pada efek-efek atau securitas, atau usaha perdagangan surat-surat berharga seperti saham, sertifikat saham dan obligasi.
Dilihat dari kegiatan di Pasar Modal, Pasar Modal dapat mendukung pembiayaan usaha-usaha yang produktif, baik untuk kepentingan individu, badan usaha maupun lembaga, sehingga tercapai suatu tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia secara optimal dan tercapai tingkat kemakmuran bagi masyarakat secara efektif dan efisien. Investasi di Pasar Modal akan evektif jika investor dapat menganalisa pasar dengan baik sehingga dapat menghasilkan keuntungan bagi investor itu sendiri. Dari keuntungan investasi tersebut negara memiliki hak untuk memungut pajak dan keuntungan lainnya yang menjadi sumber APBN.
Demikian pentingnya peran Pasar Modal dalam arus kegiatan ekonomi nasional tetapi prinsip-prinsip pengaturannya dan implementasi penegakan hukumnya masih jauh dari harapan pemberian perlindungan kepada pihak investor. Misalnya penegakan hukum terhadap praktik-praktik perdagangan orang dalam (insider trading). Hal inilah yang ditakutkan atau dikhawatirkan para investor untuk menginvestasikan dananya di Pasar Modal.
Dari sisi yuridis sendiri kurang mendukung perlindungan kepada investor, sebab prinsip pengaturan UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal belum menganut teori penyalahgunaan (misaproprition theory) maka ketika terjadi praktik-praktik perdagangan orang dalam tidak efektif memberikan sanksi hukum kepada keterlibatan orang dalam dalam insider trading sebab UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal masih menganut teori hubungan kepercayaan (fiduciary duty theory)
Masalah insider trading merupakan persoalan sulitnya merealisasikan prinsip keterbukaan (disclosure). Prinsip keterbukaan sangatlah penting, adapun tujuannya adalah untuk menjaga kepercayaan investor sangat relevan ketika munculnya ketidak percayaan publik terhadap pasar modal yang pada gilirannya mengakibatkan pelarian modal (capital flight) secara besar-besaran dan seterusnya dapat mengakibatkan kehancuran Pasar Modal.
Kegiatan di Pasar Modal berkaitan dengan perdagangan efek-efek perusahaan. Efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Perdagangan efek di Pasar Modal merupakan hal penting bagi kehidupan Pasar Modal itu sendiri.
Melalui pasar modal, perusahaan publik yang kekurangan dana dapat memilih berinvestasi di pasar modal untuk memperoleh dana segar dengan cara penjualan efek-efek perusahaan melalui prosedur Initial Public Offering (IPO) atau efek utang (obligasi). Potensi tingkat keuntungan bisa didapat di Pasar Modal cukup tinggi. Tetapi berinvestasi di Pasar Modal, potensi risikonya juga tinggi.
Ada beberapa alasan dimana perusahaan akan go public dengan melakukan Penawaran Umum Saham (IPO) dengan menjual saham kepada masyarakat investor. Di antara beberapasa alasan tersebut, alasan utama adalah asalan ekonomis yaitu untuk mendapatkan dana, baik untuk pengembangan perusahaan atau bayar utang.
Alasan ekonomis menjadi alasan utama karena penawaran umum sebagai cara mendapatkan dana yang relatif mudah, dibandingkan dengan pendanaan dari sumber lain seperti perbankan. Dana itu tidak hanya didapatkan sekali saja, tetapi pada masa yang akan datang emiten atau perusahaan publik tersebut tetap mendapatkan dana murah kembali, misalnya ketika perusahaan melakukan penawaran umum terbatas atau mengeluarkan surat utang baru. Untuk memperoleh dana tersebut dalam kegiatan Pasar Modal, saham dan efek-efek perusahaan diperjualbelikan melalui sarana pasar yang di Indonesia disebut dengan Bursa Efek Indonesia (BEI). Bursa tersebut tidak menjual atau membeli efek-efek yang ada, melainkan bursa hanya merupakan tempat atau sarana bagi para investor untuk bertransaksi didalamnya.
Pasar Modal memberikan peluang melalui suatu bursa untuk mempertemukan antara pihak perusahaan yang kekurangan dana dengan pihak investor yang kelebihan dana. Perusahaan dapat menjual saham kepemilikannya melalui mekanisme IPO untuk mendapatkan dana dari penjualan tersebut, atau perusahaan bisa juga mengeluarkan surat utang (obligasi) kepada masyarakat dan membayar bunga yang lebih rendah dari bunga pinjaman perbankan. Pasar modal juga memberikan peluang kepada investor untuk memilih berinvestasi yang sesuai dengan tingkat toleransinya terhadap risiko.
Tingkat likuiditas berinvestasi di Pasar Modal cukup tinggi artinya kecenderungan Pasar Modal dilikuidasi sangat kecil jika dibandingka usaha-usaha lain seperti bank. Seandainya kegiatan di Pasar Modal tidak ada, maka para pemodal mungkin hanya bisa menginvestasikan dananya melalui sektor perbankan dan perusahaan-perusahaan yang kekurangan dana sekalipun hany bisa meminjam dana kepada bank.
Para investor dapat berinvestasi saham dan menjual efek-efek perusahaan melalui pasar perdana (IPO) yaitu ketika perusahaan pertama kali menawarkan saham atau efek-efeknya kepada publik (go public) dan para investor dapat secara langsung membeli sahan dari perusahaan yang go public tersebut. Tentu dengan demikian, seorang investor sebelum membeli saham perusahaan yang akan go public terlebih dahulu mempelajari prospektus yang dikeluarkan perusahaan tersebut, sebab dalam prospektus semua informasi penting dan catatan keuangan historis sampai dengan proyeksi laba dan dividen disebutkan secara transparan kepada publik. 
Proyeksi laba bersih umumnya dibuat berdasarkan perkembangan industri di mana calon emiten (perusahaan yang akan go public) bergerak pada bidang usaha tertentu. Jika proyeksi pertumbuhan perusahaan rata-rata melampaui pertumbuhan industri sejenis, maka atas dasar pertimbangan inilah penjamin emisi dan emiten menetapkan harga penawaran kepada para investor. Harga penawaran biasanya lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata harga saham perusahaan sejenis yang sudah ada di bursa. Hal ini dilakukan untuk menarik minat para investor untuk membeli. Penentuan harga saham perdana ini mencerminkan kesempatan bagi investor untuk memperoleh keuntungan dari selisih antara harga beli dan harga jual (capital gain) ketika saham perusahaan tersebut dicatatkan di bursa saham.
Selain pasar perdana, para investor juga juga dapat bertransaksi atau berinvestasi di pasar sekunder. Pasar sekunder dimulai ketika saham atau efek-efek mulai dicatatkan atau didaftarkan (listing) di bursa. Efek-efek yang diperjualbelikan sama dengan efek-efek termasuk saham yang ditawarkan pada IPO. Perbedaannya adalah investor yang akan membeli di pasar sekunder, membeli efek-efek dari investor lain yang ingin menjual saham tersebut yang dibelinya di pasar perdana. Tentu dalam pasar sekunder ini dilakukan melalui mekanisme transaksi broker sekuritas dari perusahaan-perusahaan broker yang sudah memperoleh lisensi untuk melakukan jasa jual-beli yang bertindak sebagai Perantara Perdagangan Efek (PPE) dan sekaligus menjadi anggota bursa.
Perbedaan pasar perdana (IPO) dengan pasar sekunder jika dilihat dari kepentingan pemodal dalam membeli dan menjual saham, maka terdapat perbedaan antara pasar perdana dengan pasar sekunder, berikut:
1.      Pada pasar perdana harga yang telah ditentukan tidak berubah-ubah, sedangkan pada pasar sekunder harga berubah-ubah (berfluktuasi) sesuai dengan kekuatan supply dan demand.
2.      Transaksi perdagangan di pasar perdana tidak dikenakan komisi, sedangkan di pasar sekunder dikenakan biaya-biaya komisi.
3.      Pada pasar perdana hanya berlaku pada saat pembelian saham, sedangkan di pasar sekunder bisa terjadi pola jual beli seperti hanya pasar secara umum.
4.      Dari sudut pandang jangka waktu, pasar perdana memiliki batas waktu, sedangkan di pasar sekunder tidak memiliki jangka waktu.
Satuan yang dipakai di pasar perdana maupun di pasar sekunder yaitu satuan standar saham yang diperdagangkan di pasar reguler yang disebut dengan istilah lot. Misalnya 1 lot saham mewakili 500 lembar saham, sedangkan kelipatan harga saham disebut poin. Nilai 1 poin harga saham terbentuk dari hasil kesepakatan antara penjual dan pembeli. Di pasar sekunder dimungkinkan adanya perdagangan saham yang kurang dari 1 lot yang disebut dengan saham pecahan (add lot). Transaksi saham add lot dilakukan dalam mekanisme yang berbeda dengan transaksi di pasar reguler. Perdagangan saham dilakukan melalui negosiasi baik untuk saham dalam jumlah kecil (add lot) maupun dalam jumlah besar (block trading). Saham dalam jumlah besar misalnya saham yang diperjualbelikan minimal 200.000 lembar saham.
Pasar Modal tidak terlepas dari risiko yang tinggi. Berbagai risiko yang berkemungkinan berdampak pada invetasi di Pasar Modal bisa disebabkan oleh fluktuasi harga yang turun naik, atau karena investor tidak cermat dan tidak teliti menilai efek-efek perusahaan publik tempatnya berinvestasi atau bahkan bisa disebabkan manipulasi, serta praktik-praktik perdagangan orang dalam (insider trading) di Pasar Modal. Salah satu yang bisa menimbulkan risiko kepada investor misalnya ketidakberpihakan UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal dalam menentukan orang dalam (insider) oleh sebab itu bisa membebaskan pelaku dari praktik insider trading sehingga tidak menimbulkan efek jera bagi pelaku itu sendiri. 

Mekanisme Kegiatan Transaksi Efek Di Pasar Modal

Mekanisme Kegiatan Transaksi Efek Di Pasar Modal

Oleh: Bisdan Sigalingging, SH, MH
Sebelum melakukan transaksi, investror harus terlebih dahulu menjadi nasabah di salah satu perusahaan efek yang menjadi anggota bursa. Seperti halnya dalam membuka tabungan di bank, harus ada minimal investasi awal yang ditempatkan. Jumlah deposit yang diwajibkan bervariasi, misalnya ada perusahaan efek yang mewajibkan sebesar Rp.15 juta, ada sebesar Rp.25 juta, dna lain-lain. Namun ada juga perusahaan yang menentukan misalnya 50 persen dari transaksi yang akan dilakukan sebagai deposit. Misalkan seorang nasabah akan bertransaksi sebesar Rp.10 juta maka yang bersangkutan diminta untuk menyetor dana sebesar Rp.5 juta.
Setelah nasabah membuka deposit di sebuah perusahaan efek dan mendapatkan persetujuan dari perusahaan efek tersebut baru dapat dilakukan transaksi saham. Transaksi efek diawali dengan pemesanan (order) untuk harga tertentu. Pesanan tersebut dapat berupa surat maupun melalui telepon yang disampaikan kepada perusahaan efek melalui sales (dealer). Pesan tersebut harus menyebutkan jumlah yang akan dibeli atau dijual dengan menyertakan harga yang ingin diinginkan.
Pada dasarnya pesanan investor dapat dibedakan menjadi:
  1. Market Order, yaitu pesanan jual atau beli pada harga yang terbaik;
  2. Limit Order, yaitu order jual atau beli pada harga yang telah ditetapkan oleh nasabah;
  3. All Order None atau Fil or Kill, dalam hal ini transaksi baru bisa dilaksanakan bila jumlah efek yang ditawarkan sesuai dengan jumlah yang dipesan, jika tidak transaksi tidak dilaksanakan;
  4. Discretionary Order, yaitu order yang dilaksanakan berdasarkan tingkat harga yang menurut PPE merupakan harga terbaik untuk nasabahnya;
  5. Good Trough the Week, yaitu order yang harus dilaksanakan dalam jangka waktu yang telah ditetapkan oleh nasabah.
Pesanan jual atau beli saham para investor dari berbagai perusahaan efek akan bertemu di lantai bursa. Setelah terjadi pertemuan (match) antara order, maka proses selanjutnya adalah proses penyelesaian transaksi. Proses pembelian saham diawali dengan seketika investor menghubungi perusahaan efek di mana ia terdaftar sebagai nasabah. Investor tersebut menyampaikan instruksi beli kepada pialang. Misalnya investor ingin membeli saham Telkom (TLKM) pada harga Rp.4.625. Instruksi selanjutnya disampaikan kepada trader atau Wakil Perantara Perdagangan Efek (WPPE) perusahaan efek tersebut di lantai bursa. Kemudian trader tersebut memasukkan instruksi beli ke dalam sistim komputer perdagangan di BEI yang dikenal dengan sebutan Jakarta Automated Trading System (JATS).
Berikut ini disajikan skema transaksi saham di lantai bursa dengan melibatkan berbagai pihak.                              
Skema: 1
Skema: 2

Pelaksanaan perdagangan Efek di Bursa dilakukan dengan menggunakan fasilitas JATS. Perdagangan Efek di Bursa hanya dapat dilakukan oleh anggota bursa yang juga menjadi anggota kliring di KPEI. Anggota Bursa Efek yang terdaftar di BEI bertanggung jawab terhadap seluruh transaksi yang dilakukan di bursa baik untuk kepentingan sendiri maupun untuk kepentingan nasabah.
Berdasarkan kedua skema di atas, menunjukkan bahwa JATS secara otomatis menggunakan mekanisme tawar-menawar secara terus-menerus sehingga untuk pembelian akan diperoleh harga pasar terendah dan sebaliknya untuk transaksi jual diperoleh harga pasar tertinggi. Suatu transaksi dinyatakan berhasil bila terjadi matched antara penawaran jual dan beli. Proses selanjutnya adalah penyelesaian transaksi. Dalam Scripless Trading System, penyelesaian transaksi dapat dilakukan lebih efisien, cepat, dan murah. Para investor di sini tidak perlu lagi mendaftarkan lembar saham yang dimiliki. Semua transaksi terjadi secara elektronik dan tidak secara manual. Dengan Scripless Trading System ini tanpa adanya penyerahan fisik sertifikat saham, tidak ada lagi risiko pemalsuan saham. Proses penyelesaian transaksi dalam Scripless Trading System hanya dilakukan pemindahbukuan antar rekening. Sistem perdagangan melalui sistim ini memiliki mekanisme penyelesaian dan penyimpanan saham secara elektronik merubah sertifikat saham ke dalam bentuk elektronik.
Dalam penjelasan Pasal 55 ayat (1) UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal juga disebutkan penyelesaian pembukuan (book entry settlement) secara elektronik. Penyelesaian transaksi bursa melalui sistim ini dilakukan langsung oleh PPE yang melakukan transaksi, berdasarkan serah terima fisik warkat efek yang dilakukan dengan penyelesaian secara elektronik atau cara lain yang mungkin ditemukan dan diterapkan di masa datang sesuai dengan perkembangan teknologi.
Banyak jenis efek yang dapat diperjualbelikan melalui Pasar Modal. Saham merupakan salah satu dari jenis-jenis efek yang ditentukan dalam Pasal 1 angka 5 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal. Pasal 1 angka 5 undang-undang tersebut mendefenisikan efek adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek. Saham berupa tanda penyertaan atau kepemilikan seseorang atau suatu badan dalam suatu perusahaan.
Wujud saham berupa selembar kertas yang menerangkan siapa pemiliknya. Akan tetapi sekarang sudah dikenal sistim tanpa warkat dan sudah mulai dilakukan di BEI yang bentuk kepemilikannya tidak lagi diberi nama pemiliknya tetapi sudah berupa account atas nama pemilik atau saham tanpa warkat sehingga penyelesaian transaksi semakin mudah dan cepat. Saham atau ekuitas merupakan surat berharga yang sudah banyak dikenal masyarakat. Umumnya jenis saham yang dikenal adalah saham biasa (common stock).
Saham dibagi menjadi dua jenis yakni saham biasa (common stock) dan saham preferen (preferred stock). Saham biasa merupakan saham yang menempatkan pemiliknya paling junior atau akhir terhadap pembagian deviden dan hak atas harta kekayaan perusahaan jika perusahaan tersebut dilikuidasi (tidak memiliki hak-hak istimewa). Karakteristik lain dari saham biasa adalah dividen dibayarkan selama perusahaan memperoleh laba. Setiap pemilik saham memiliki hak suara dalam RUPS dengan istilah one share one vote. Pemegang saham biasa memiliki tanggung jawab terbatas terhadap klaim pihak lain sebesar proporsi sahamnya dan memiliki hak untuk mengalihkan kepemilikan sahamnya kepada orang lain.
Sedangkan untuk saham preferen merupakan saham yang memiliki karakterisitk gabungan antara obligasi dan saham biasa karena bisa menghasilkan pendapatan tetap (seperti bunga obligasi). Persamaan saham preferen dengan obligasi terletak pada tiga hal: ada klaim atas laba dan aktiva sebelumnya, deviden tetap selama masa berlaku dari saham dan memiliki hak tebus, serta dapat dipertukarkan dengan saham biasa. Saham preferen lebih aman dibandingkan dnegan saham biasa karena memiliki hak klaim terhadap harta kekayaan perusahaan dan pembagian deviden terlebih dahulu. Saham preferen sulit untuk diperjualbelikan seperti saham biasa karena jumlahnya yang sedikit.
Daya tarik dari investasi saham di Pasar Modal adalah dua keuntungan yang dapat diperoleh pemodal dengan membeli saham atau memiliki saham, yaitu deviden dan capital gain. Deviden merupakan keuntungan yang diberikan perusahaan penerbit saham atas keuntungan yang dihasilkan perusahaan. Biasanya deviden dibagikan setelah adanya persetujuan pemegang saham dan dilakukan setahun sekali. Agar investor berhak memperoleh deviden, pemodal harus memegang saham tersebut untuk kurun waktu tertentu hingga kepemilikan saham tersebut diakui sebagai pemegang saham dan berhak mendapatkan deviden. Deviden yang diberikan perusahaan dapat berupa deviden tunai, di mana pemodal atau pemegang saham memperoleh jumlah saham tambahan. Sedangkan capital gain merupakan selisih antara harga bunga dan harga jual yang terjadi. Capital gain terbentuk dengan adanya aktivitas perdagangan di pasar sekunder. Umumnya investor jangka pendek mengharapkan keuntungan dari capital gain.
Saham dikenal memiliki karakteristik sebagai surat berharga yang memberikan peluang keuntungan tinggi namun juga berpotensi risiko tinggi (high risk-high return) saham memungkinkan pemodal memperoleh keuntungan dalam jumlah besar dalam waktu singkat, namun sering dengan berfluktuasinya harga saham, saham juga dapat membuat investor mengalami kerugian besar dalam waktu singkat. Sesungguhnya sebagai bagi pelaku bisnis di Pasar Modal jika memutuskan untuk berinvestasi dalam bentuk saham yang perlu ditelaah ulang adalah tingkat risiko yang terkandung (high risk) dengan meneliti dan menganalisis perusahaan publik di Pasar Modal.
Berdasarkan uraian di atas, kegiatan di Pasar Modal melalui bursa (BEI) sesungguhnya merupakan kegiatan seputar jual-beli efek. Efek yang dimaksud adalah surat berharga, yaitu surat pengakuan utang, surat berharga komersial, saham, obligasi, tanda bukti utang, unit penyertaan kontrak investasi kolektif, kontrak berjangka atas efek, dan setiap derivatif dari efek.
Berbagai instrumen di atas dapat diperjualbelikan melalui Pasar Modal dalam jangka panjang, baik berupa utang ataupun modal sendiri. Berdasarkan kegiatan-kegiatan efek yang diperdagangkan tersebut, dalam Pasal 1 angka 13 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal sendiri juga disebutkan bahwa Pasar Modal adalah kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Kontribusi Pasar Modal bagi perekonomian suatu negara sangat penting sebab berinvestasi di Pasar Modal memberikan dua fungsi sekaligus, yakni fungsi ekonomi dna fungsi keuangan. Pasar Modal dikatakan memiliki fungsi ekonomi karena menyediakan fasilitas atau wahana yang mempertemukan dua kepentingan yaitu pihak yang memiliki kelebihan dana (investor) dan pihak yang membutuhkan dana (issurer). Dengan Pasar Modal perusahaan-perusahaan publik dapat memperoleh dana segar dari masyarakat investor melalui penjualan efek-efek perusahaan dengan mekanisme IPO.
Sebagai fungsi keuangan dari Pasar Modal adalah memberikan kemungkinan dan kesempatan memperoleh imbalan (return) bagi pemilik dana sesuai dengan karakteristik investasi yang dipilih. Keuntungan lainnya adalah sebagai sumber pembiayaan jangka panjang bagi dunia usaha sekaligus memungkinkan alokasi dana secara optimal.
Dalam kegiatan berinvestasi saham, investor akan mempertimbangkan keputusan investasinya, mengambil atau tidak, membeli saham atau tidak, dengan menganalisis terlebih dahulu hal-hal sebagai faktor kondusif yang berdampak pada naik turunya harga saham atau efek lainnya. Apalagi jika di dalam Pasar Modal itu sendiri cenderung terjadi perdagangan orang dalam atau perbuatan melawan hukum lainnya seperti penipuan, manipulasi pasar yang melibatkan orang dalam, tentu hal ini akan menjadi pertimbangan efisiensi bagi investor.

Selasa, 05 Maret 2013

ANALISIS PRAKTIK INSIDER TRADING
Oleh: Bisdan Sigalingging[*]

Salah satu teori yang melandasi larangan terhadap praktik insider trading dalam Pasar Modal dikenal dengan asymetris information theory yang mengatakan “orang dalam lebih dahulu mengetahui informasi dari pada orang luar”. Tentunya jika orang dalam menggunakan informasi yang lebih lebih dahulu diketahuinmya itu untuk kepentingan pribadinya atau kolektif dapat dikategorikan sebagai suatu perbuatan yang dilarang. Secara philosofis larangan terhadap orang dalam menggunakan informasi yang telah diketahuinya lebih dahulu itu pada hakikatnya untuk membuat adil bagi setiap pelaku bisnis dalam pasar modal. Berikut ini tiga contoh kasus dianalisis:

1.      KASUS CHIARELLA
Chiarella adalah seorang karyawan perusahaan Pandick Press (perusahaan percetakan) yang mencetak surat-surat berharga di bidang perdagangan dan keuangan. Chiarella mengetahui isi dokumen-dokumen yang dicetak ternyata dokumen rahasia tentang rencana take over sebuah perusahaan. Chiarella memanfaatkan rencana take over itu dengan membeli saham perusahaan yang akan take over. Ketika Chiarella membeli saham yang akan di-take over, harga sahamnya masih murah hingga Chiarella memperoleh keuntungan pada saat informasi take over disampaikan, karena harga saham perusahaan ketika dilakukan take over akan menjadi naik.
Atas perintah SEC, Chiarella pun ditangkap dan dituntut atas dasar Section 10 (b) The 1933 Act dan Rule 10b-5 ‘34 yang melarang penipuan dalam perdagangan saham. Pertimbangan dari Hakim Powel pada kasus Chiarella melalui Putusan Mahkamah Agung Amerika Serikat (Chiarella versus United States) memutuskan dengan pertimbangan “seseorang yang mempelajari dokumen rahasia sebuah perusahaan dalam hubungannya dengan pembelian atau penjualan saham sebelum saat informasi disampaikan kepada publik adalah termasuk dalam perbuatan melanggar hukum”.
Menurut hukum pasar modal Amerika Serikat pada kasus Chiarella menentukan kategori insider adalah orang yang menggunakan informasi non public dan orang tersebut mempunyai fudiciary duty dengan perusahaan. Namun oleh Mahkamah Agung Amerika Serikat, Chiarella tidak dikategorikan sebagai insider dan tidak dapat diberikan sanksi larangan insider trading.
Chiarella dibebaskan dari tuntutan hukum dan hanya dikenakan sanksi “pengembalian uang atau ganti rugi” yang didasarkan kepada tord. Chiarella hanya dikenakan sanksi untuk mengembalikan kerugian akibat perbuatannya atas dasar bahwa pada posisi Chiarella sebagai karyawan perusahaan percetakan memiliki hubungan kepercayaan (fiduciary duty) secara tidak langsung dengan perusahaan yang akan take over tersebut karena pihak perusahaan yang akan melakukan take over menggunakan jasa percetakan yang seharusnya perusahaan percetakan itu bersama karyawannya harus merahasiakan isi dokumen-dokumen perusahaan dimaksud. Tindakan Chiarella yang memanfaatkan dokumen rahasia perusahaan termasuk menegasi atau melawan sebuah teori yaitu teori penyalahgunaan (misappropriation theory) yang mengatakan bagi siapapun dilarang untuk menggunakan suatu informasi yang bukan miliknya untuk digunakan demi kepentingan pribadi ataupun kepentingan kolektif.
Jika dibandingkan dengan ketentuan dalam Pasal 95 UUPM dan penjelasannya menetapkan insider masih menganut kategori traditional insiders. Ketentuan ini menetapkan kategori  insider mutlak” yang berarti hanya orang-orang yang bekerja dalam perusahaan dan terafiliasi dengan perusahaan sedangkan dalam hal misalnya kasus Chiarella dikaitkan dengan UUPM perbuatan Chiarella tidak termasuk insider trading karena tidak terkait dengan apa yang dimaksud dengan hubungan kepercayaan (fiduciary duty).

2.      KASUS CARPENTER
Apabila sebuah tulisan dalam kolom media menilai entitas sebuah perusahaan yang akan listing dengan prospek ke depannya baik, harga sahamnya akan cenderung membaik demikian sebaliknya apabila tulisan itu menilai perusahaan yang akan listing di bursa saham dengan prospek ke depannya suram atau buruk, harga sahamnya dapat dipastikan akan menurun. Seperti itulah yang terjadi dalam  kasus  Carpenter atas terdakwa R. Foster Winans sebagai penulis ternama dan handal di The Wall Street Journal yang menulis “Heard on the Street Column” tentang hasil penilaian dan analisisnya terhadap kondisi perusahaan tertentu yang akan segera melakukan listing di bursa saham Amerika Serikat.
Ekspose tulisan R. Foster Winans sebagai penulis ternama dan handal di The Wall Street Journal menulis “Heard on the Street Column,” dalam sebuah kolom dapat mempengaruhi harga saham dari perusahaan yang dinilai. Pada esensinya sebenarnya Winans memanfaatkan peluang akan mendapatkan untung besar dari perusahaan yang akan listing untuk kepentingan dirinya sendiri dengan cara bersekongkol dengan temannya dan memberitahukan isi dalam kolom tersebut kemudian menganjurkan temannya itu untuk melakukan transaksi saham sebelum listing di bursa. Akibat persekongkolan itu mereka memperoleh keuntungan besar dari transaksi tersebut. Praktik Winans oleh SEC dituduh melakukan insider trading berdasarkan tuduhan bahwa Winans menyalahgunakan informasi milik The Wall Street Journal untuk kepentingan pribadinya.
Teori yang mendasari tuduhan terhadap Wianans oleh Pengadilan adalah misappropriation theory yang menyatakan Winans melakukan penipuan  melalui The Wall S treet Journal sehingga menetapkan Winans melanggar ketentuan insider trading. Penerapan misappropriation theory diterapkan oleh Pengadilan USA dalam kasus Carpenter versus United States. Dengan mendasarkan pada misapprotiation theory, menetapkan kategori seseorang melakukan pelanggaran didasarkan karena:
a.       Melakukan penyalahgunaan materiel nonpublic information;
b.      Termasuk orang yang tidak mempunyai hubungan dari suatu trust dan confidence;
c.       Informasi itu digunakan untuk perdagangan saham; dan
d.      Termasuk orang yang mempunyai kewajiban kepada pemegang saham dan perdagangan saham.
Pada putusan kasus Carpenter yang menerapkan konsep hukum berdasarkan misappropriation theory tidak menganut lagi konsep hukum SEC yang menentukan kategori insider berdasarkan adanya fiduciary duty seperti  yang diterapkan dalam kasus Chiarella. Jika dikaitkan putusan atas kasus Chiarella dengan Carpenter menunjukkan suatu hal bahwa tidak ada kepastian hukum dalam hukum pasar modal Amerika Serikat.
Tampaknya penerapan hukum pasar modal Amerika Serikat pada kasus Carpenter melihat kepada asas manfaat terbanyak dari dari banyak orang. Mungkin oleh karena teori inilah mendasari bahwa walaupun Carpenter tidak termasuk insiders akan tetapi jika perbuatannya itu dihukum akan membawa manfaat terbanyak dari banyak orang.  Kategori insiders yang terdiri dari komisaris, direktur, pemegang saham utama dan karyawan perusahaan adalah contoh klasik dari seseorang  yang mempunyai fiduary duty atau yang disebut dengan traditional insiders.
Jika dibandingkan dengan konsep hukum yang menentukan seseorang dikategorikan insider di Indonesia sebagaimana diatur dalam Pasal 95 UUPM jelas bahwa dalam Pasal 95 UUPM menganut teori fiduciary duty seperti putusan kasus Chiarella. Lalu bagaimana kesiapan UUPM jika terjadi kasus yang sama dengan Carpenter di Indonesia???
Perlu pasal tersebut dikaji ulang untuk diterapkan ketentuannya dengan perkembangan penentuan kategori insider sesuai dengan misappropriation theory di dalam peraturan pasar modal di Indonesia (UUPM).

3.      KASUS TEXAS GULF SULPHUR Co (TGS Co)
Penerapan teori kemungkinan (propability theory) misalnya dapat dilihat dari kasus SEC versus Texas Gulf Sulphur Co, 401 F.2d 833 (1968) (TGS Co) di Amerika Serikat. Informasi material yang berhubungan dengan pengeboran barang-barang tambang oleh perusahaan TGS di Timmins (Ontario) dan informasi itu belum di-disclose untuk publik. Pegawai TGS Co Darke dan Coates (seorang ahli geologi) mengetahui adanya berbagai macam barang tambang di setiap kali pengeboran dilakukan di tempat yang berbeda. Informasi yang bersifat rahasia itu oleh pegawai TGS Co Darke dan Coates dibuka dan disampaikan serta merekomendasikannya kepada beberapa manajemen TGS Co.
Pada tanggal 12 Nopember 1963 TGS Co melakukan penggeboran (eksplorasi) bijih besi atau bahan tembaga, perak dan sebagainya, dekat Timmins, Ontario, Canada. Dalam pengeboran tersebut diperoleh indikasi yang sangat menjanjikan dari lobang bor pertama (K-55-1) dalam suatu anomali di sebuah sektor yang dikenal sebagai Kidd-55. Selanjutnya TGS melakukan program pembebasan tanah, dan setelah tanah yang tersedia dibeli, pengeboran dilaksanakan dan dua lobang susulan (K-55-3 dan K-55-4) pada 31 Maret 1964, hasilnya ditemukan bijih besi bernilai tinggi.
Pada tanggal 31 Maret 1964 pengeboran telah selesai dilakukan. Pada tanggal 9 April setelah beberapa hasil tes diselesaikan, berkembanglah informasi mengenai penemuan tersebut. TGS Co membantah informasi temuan itu melalui press release dan mengatakan informasi itu berlebihan lagi pula disebutkan bahwa hasil penelitian belum selesai.
Sebelum di-disclose mereka yang mengetahui informasi itu yakni delapan orang tetap melakukan transaksi saham pada tanggal 12 Nopember dan 16 April 1964. Lima orang menerima opsi saham dari perusahaan tanpa mengungkapkan informasi hasil pengeboran, sementara empat orang menyampaikan informasi pengeboran dan membelinya berdasarkan informasi tersebut selanjutnya dua orang membeli saham pada hari dilangsungkannya konferensi pers tanggal 16 April 1964.
Dihadapan The US Financial Media di New York pada tanggal 16 April 1964 TGS Co mengumumkan secara resmi hasil penemuan di Timmins dalam Press Conference mulai dari jam 10.00 am  sampai dengan jam 10.15 am.  Beberapa menit kemudian barulah berita tersebut dibuka (disclose) ke publik.
Perbuatan kedua pegawai TGS Co Darke dan Coates bersama rekan-rekannya dinilai sebagai perbuatan melanggar hukum. District court berpendapat bahwa dua orang insiders itu telah melanggar Rule 10b-5. Pengadilan USA memutuskan perbuatan kedua pegawai TGS Co Darke dan Coates sebagai insider trading dan terhadap keduanya dikategorikan sebagai orang dalam (insiders). Beberapa orang direksi TGS Co juga dijatuhi hukuman karena melakukan insider trading.
Seharusnya karyawan emiten atau perusahaan publik (employee of the issuer) dikategorikan sebagai insiders yang tentunya memiliki tugas dan kewajiban untuk menjaga loyalitas (duty of loyality) termasuk tanggung jawabnya untuk tidak memanfaatkan keuntungan pribadi atau kolektif dari informasi rahasia (confidential information) yang diperoleh sehubungan dengan pekerjaannya di perusahaan dimaksud.
Penerapan teori kemungkinan (propability theory) di pasar modal Amerika Serikat baru pertama kali diterapkan tepatnya pada kasus antara SEC versus Texas Gulft Sulphur. Berangkat dari pemikiran kemungkinan (probability magnitude) pada kasus TGS Co akhirnya ditetapkan kriteria atau standar materiel yang dirinci dengan pengujian:
a.       Apabila disampaikan kepada publik, dapat mengakibatkan fluktuasi harga saham;
b.      Informasi yang dapat diprediksi oleh orang luar perusahaan (outsiders) melalui keahliannya yang dapat mempengaruhi keputusan untuk berinvestasi;
c.       Fakta materiel tidak hanya terbatas pada sesuatu informasi melainkan dapat pula membawa dampak bagi perusahaan di masa akan datang dan dapat membawa akibat yang mempengaruhi keinginan investor untuk membeli atau menjual saham.
Terhadap perbuatan kedua pegawai TGS Co Darke dan Coates oleh Pengadilan USA dalam mengambil keputusan dengan menggunakan ukuran atau standar material terhadap kasus Texas Gulf Sulphur dan pengadilan berpendapat bahwa informasi yang dihilangkan adalah materiel karena besarnya dan luasnya potensi pelanggaran serta pelanggaran tersebut aktual terjadi di banyak tempat sehingga dimungkinkannya dilakukan tuntutan hukum terhadap kedua pegawai yaitu TGS Co Darke dan Coates.
Untuk menentukan fakta material menurut tes dalam kasus TGS Co bergantung pada keseimbangan indikasi kemungkinan bahwa suatu peristiwa akan terjadi dan antisipasi ukuran dari peristiwa berdasarkan totalitas kegiatan perusahaan. Pengadilan dalam kasus TGS Co menyimpulkan bahwa pengetahuan tentang hasil penemuan mungkin penting terhadap investor yang rasional dan mungkin telah mempengaruhi harga saham.

SEPUTAR PERDAGANGAN ORANG DALAM
(INSIDER TRADING)

Pasal 1 angka 13 UU No.8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya disingkat UUPM) ditentukan bahwa yang dimaksud dengan Pasar Modal adalah suatu kegiatan yang bersangkutan dengan penawaran umum dan perdagangan efek, perusahaan publik yang berkaitan dengan efek yang diterbitkannya, serta lembaga dan profesi yang berkaitan dengan efek.
Orang-orang yang terlibat langsung di dalam Pasar Modal merupakan pihak yang menempati posisi terpenting dan sebagai orang yang dipercaya menjaga rahasia berkenaan dengan dokumen-dokumen perusahaan termasuk orang-orang yang berkedudukan sebagai Komisaris, Pemegang Saham, Perantara, Pialang, Profesi Penunjang Pasar Modal (Konsultan Hukum; Notaris; Penilai; Akuntan publik) dan Karyawan serta orang-orang yang memiliki hubungan dengan insiders yaitu underwriter. Orang-orang yang menempati posisi tersebut disebut sebagai insiders sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 95 UUPM sebagi pihak-pihak yang tergolong insiders adalah:
1.      Emiten atau Perusahaan Publik dimaksud; atau
2.      Perusahaan lain yang melakukan transaksi dengan Emiten atau Perusahaan Publik yang bersangkutan.
Dijelaskan dalam penjelasan Pasal 95 yang dimaksud dengan “orang dalam” dalam termasuk:
  1. Komisaris, direktur, atau pegawai Emiten atau Perusahaan Publik;
  2. Pemegang saham utama Emiten atau Perusahaan Publik;
  3. Orang perseorangan yang karena kedudukan atau profesinya atau karena hubungan usahanya dengan Emiten atau Perusahaan Publik memungkinkan orang tersebut memperoleh informasi orang dalam; atau
  4. Pihak yang dalam waktu 6 (enam) bulan terakhir tidak lagi menjadi Pihak sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, atau huruf c di atas.
Para investor yang berinvestasi dalam pasar modal dapat memperoleh dana segar melalui penjualan efek dalam prosedur pasar perdana atau Initial Public Offering (IPO) dan pasar sekunder, tetapi di dalam pasar modal tidak berarti bahwa kejahatan dan pelanggaran tidak ada, justru tindak kejahatan dan pelanggaran-pelanggaran dalam pasar modal dapat dilakukan oleh orang-orang dalam yang disebut dengan perdagangan orang dalam (insider trading).
Insider trading adalah praktik penjualan saham yang dilaksanakan oleh orang-orang dalam pasar modal berdasarkan informasi orang dalam yang belum diinformasikan ke publik. Dalam arti lain insider trading adalah praktik penjualan saham yang dilaksanakan oleh orang dalam berdasarkan inside information. Apabila suatu informasi itu sudah di-disclose ke publik, maka informasi tersebut tidak dikatakan lagi sebagai inside information. Atau insider trading bisa juga diartikan transaksi saham berdasarkan bocoran informasi rahasia dari pihak-pihak yang terkait dengan emiten, konsultan perusahaan, atau regulator (insider information). Transaksi seperti ini biasanya melibatkan orang-orang yang menurut aturan tidak boleh melakukan transaksi. Dicontohkan misalnya seorang direksi perusahaan yang memperdagangkan saham perusahaan sendiri.
Perdagangan orang dalam (insider trading) adalah perdagangan efek yang dilakukan mereka yang tergolong “orang dalam” perusahaan (dalam artian luas), perdagangan mana yang didasarkan karena adanya suatu “informasi orang dalam” (inside information) yang penting dan belum terbuka untuk umum, dengan perdagangan mana, pihak insiders tersebut mengharapkan akan mendapatkan keuntungan ekonomi secara pribadi, langsug atau tidak langsung atau yang merupakan keuntungan jalan pintas. Insiders trading dalam bahasa hukum dikategorikan sebagai tindakan memperkaya diri sendiri secara tidak sah atau memiliki apa yang sebenarnya bukan merupakan haknya.
Informasi yang wajib diungkapkan (disclose) adalah fakta materil yang dapat mempengaruhi keputusan investor untuk berinvestasi. Fakta materil merupakan informasi yang relevan mengenai peristiwa, kejadian atau fakta yang dapat mempengaruhi harga efek pada pasar modal atas keputusan pemodal, calon pemodal, dan pihak lain yang berkepentingan atas fakta materil tersebut. Wajib hukumnya fakta materil itu diungkapkan ke publik akan tetapi oleh insiders, fakta materil tersebut terkadang demi kepentingan pribadinya tidak diungkapkan ke publik.
Salah satu prinsip yang bertentangan dengan insdier trading adalah prinsip keterbukaan, karena yang bersangkutan membeli atau menjual saham berdasarkan informasi fakta materil dari orang dalam yang sifatnya tidak terbuka ke publik atau tidak fair yang dapat merugikan pihak lain yang tidak menerima informasi yang sama, sehingga pihak lain tersebut tidak dapat mengambil keputusan untuk membeli atau menjual saham.
Namun, perbuatan insiders dalam pasar modal belum tentu dapat dikatakan melakukan tindak pidana dalam konteks insider trading atau insider trading itu tidak selamanya diasumsikan sebagai kejahatan. Sebagaimana insiders yang membeli saham perusahaan kemudian menjualnya ketika harganya naik, merupakan suatu peristiwa biasa. Adapun hal yang membuatnya menjadi tidak biasa adalah apabila dalam melakukan pembelian dan penjualan saham, insiders itu mendasarkan perbuatannya kepada adanya informasi mengenai fakta materil perusahaan yang belum diinformasikan kepada publik, misalnya tentang rencana perusahaan untuk melakukan merger, atau rencana akan mengakuisisi perusahaan lain yang akan membuat nilai perusahaan itu akan menajdi naik. Perbuatan yang demikian inilah yang dikategorikan sebagai insider trading. Secara teknis, bentuk-bentuk insider trading dibatasi dalam hal:
1.     Pihak yang mengemban kepercayaan secara langsung maupun tidak langsung dari emiten atau perusahaan oknum atau disebut juga sebagai pihak yang berada dalam fiduciary position; dan
2.     Pihak yang menerima informasi orang dalam dari pihak pertama (fiduciary position) atau dikenal dengan tippees.
Insider trading hanya dikenakan terhadap pihak-pihak atau orang-orang yang melakukan perdagangan efek atau sekuritas. Jadi, meskipun pihak penjual atau pembeli tidak memperoleh informasi yang sama tentang suatu barang atau jasa lain yang menjadi objek jual-beli, maka pihak-pihak tersebut tidak dikenakan tuduhan melakukan insider trading. Oleh sebab itu, maka harus ditentukan terlebih dahulu mengenai objek transaksi yang dilakukan itu adalah efek atau sekuritas.

PEMBUKTIAN INSIDER TRADING
Berdasarkan praktiknya sulit untuk dibuktikkan insider trading karena pembuktiannya memerlukan standar pembuktian yang tinggi dan tidak mudah membuktikan ada atau tidaknya insiders itu melakukan insider trading. Banyak contoh kasus pembuktian pelaku insider trading dibebaskan oleh pengadilan karena pengadilan tidak mampu membuktikan kesalahan pelaku.
Pembuktian praktik insider trading dapat dilakukan melalui investigasi para pihak yang dideteksi telah melakukan praktik tersebut dan juga dari pemeriksaan dokumen-dokumen tertulis, termasuk di dalamnya lembaran transaksi elektronik. Dalam dalam Pasal 95 sampai Pasal 99 dan Pasal 104 UUPM diatur larangan perdagangan orang dalam. Aturan ini melarang insiders perusahaan berbadan hukum yang memiliki informasi orang dalam untuk membeli atau menjual saham perusahaan atau perusahaan lain yang bertransaksi dengan perusahaan tersebut. Orang dalam juga dilarang mempengaruhi pihak lain untuk menjual atau membeli saham tersebut. Orang dalam dilarang membocorkan informasi kepada pihak lain yang untuk menggunakannya untuk jual-beli saham tersebut.

----------------




[*] Mahasiswa Semester III Kelas Hukum Bisnis pada Program Studi Magister Ilmu Hukum Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan 2011.

Kamis, 14 Februari 2013

Pertanggungjawaban Pidana Berdasarkan Kesalahan Menurut Hukum Pidana Secara Umum

Oleh: Bisdan Sigalingging, SH, MH
Dosen Hukum Pasar Modal pada Fakultas Hukum Universitas Dharmawangsa Medan

Menurut Romli Atmasasmita, pertanggungjawaban pidana (criminal liability) diartikan sebagai suatu kewajiban hukum pidana untuk memberikan pembalasan yang akan diterima pelaku terkait karena orang lain yang dirugikan.[1] Pertanggungjawaban pidana menurut Roeslan Saleh, menyangkut pengenaan pidana karena sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum pidana.[2] Dalam konsep Rancangan KUH Pidana Baru tahun 1991/1992 menegaskan pertanggungjawaban pidana adalah diteruskannya celaan yang objektif ada pada tindak pidana berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku dan secara subjektif kepada pembuat yang memenuhi syarat-syarat dalam peraturan perundang-undangan untuk dapat dikenai pidana karena perbuatannya itu.[3]
Pendapat di atas mengisyaratkan bahwa pertanggungjawaban pidana itu menyangkut soal penerapan hukum pidana. Namun apakah hukum pidana lantas secara serta-merta dapat diterapkan kepada pelaku? Tentu dengan itu perlu dikaji ada atau tidaknya kesalahan yang melekat pada diri pelaku. Bahkan pada prakteknya tanpa ada kesalahan sekalipun, pelaku (baik orang, badan hukum atau bukan badan hukum atau suatu korporasi) dapat dipidana. Dalam pandangan yang terakhir ini, pertanggungjawaban pidana (criminal liability) sesungguhnya tidak hanya menyangkut soal hukum normatif semata, melainkan juga menyangkut soal nilai-nilai moral atau kesusilaan umum yang dianut oleh masyarakat atau kelompok-kelompok dalam masyarakat.
Sebelum mengkaji pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan, terlebih dahulu dibahas asas pertanggungjawaban pidana berdasarkan kesalahan atau “asas tiada pidana tanpa kesalahan” (geen straf zonder schuld atau keine strafe ohne schuld atau no punishment without guilt atau disebut juga sebaga asas mens rea atau asas culpabilitas. Dalam Pasal 35 ayat (1) RUU KUH Pidana 2004, asas ini merupakan asas yang fundamental yang oleh karenanya ditegaskan secara eksplisit di dalam konsep sebagai pasangan dari asas legalitas. Penegasan yang demikian merupakan perwujudan pula dari ide keseimbangan monodualistik (monisme dan dualisme).[4] Sehingga dengan adanya pasal yang menegaskan asas “tiada pidana tanpa kesalahan” ini atau asas culpabilitas diimbangi pula dengan adanya ketentuan tentang dalam berbagai perundang-undangan yang menganut asas strict liability dan vicarious liability.[5]
Kesalahan (schuld) menurut hukum pidana mencakup kesengajaan dan kelalaian. Kesengajaan (dolus) merupakan bagian dari kesalahan. Kesalahan pelaku berkaitan dengan kejiwaan yang lebih erat kaitannya dengan suatu tindakan terlarang karena unsur penting dalam kesengajaan adalah adanya niat (mens rea) dari pelaku itu sendiri. Ancaman pidana karena kesalahan lebih berat dibandingkan dengan kelalaian atau kealpaan (culpa). Bahkan ada beberapa tindakan tertentu, jika dilakukan dengan kealpaan, tidak merupakan tindak pidana, yang pada hal jika dilakukan dengan sengaja, maka hal itu merupakan suatu tindak pidana.[6]
Sifat pertama dari kesengajaan menurut EY Kanter dan SR. Sianturi, adalah dolus malus, yakni dalam hal seseorang melakukan tindakan pidana tidak hanya seseorang itu menghendaki tindakannya, tetapi ia juga menginsyafi tindakannya itu dilarang oleh undang-undang dan diancam dengan pidana; dan kedua: kesengajaan yang tidak mempunyai sifat tertentu (kleurloos begrip), yaitu dalam hal seseorang melakukan tindak pidana tertentu cukuplah jika atau hanya menghendaki tindakannya itu. Artinya ada hubungan yang erat antara kejiwaannya (batin) dengan tindakannya tidak disyaratkan apakah ia menginsyafi bahwa tindakannya itu dilarang dan diancam dengan pidana oleh undang-undang.[7]
Dalam KUH Pidana, sengaja diartikan sebagai kemauan untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang dilarang atau diperintahkan oleh undang-undang. Ada 2 (dua) teori yang berhubungan dengan kesengajaan yaitu teori kehendak dan teori pengetahuan (teori membayangkan). Teori kehendak memandang bahwa sengaja adalah kehendak untuk mewujudkan unsur-unsur delik dalam rumusan undang-undang. Sedangkan menurut paham teori pengetahuan (teori membayangkan) memandang bahwa sengaja apabila suatu akibat yang ditimbulkan karena suatu tindakan yang dibayangkan sebagai maksud tindakan itu dan karena itu tindakan yang bersangkutan dilakukan sesuai dengan bayangan yang terlebih dahulu tidak dibuat.[8]
Selain kesalahan yang didasarkan pada unsur kesengajaan, unsur lain yang dipenuhi oleh pelaku agar dapat dipertanggungjawabkan menurut hukum pidana secara umum adalah unsur kelalaian atau kealpaan (culpa). Menurut hukum pidana umum, dikatakan lalai atau alpa harus memiliki karakteristik dengan sengaja melakukan sesuatu yang ternyata salah atau dengan kata lain bahwa pelakunya kurang kewaspadaan dalam melakukan sesuatu hal sehingga mengakibatkan penderitaan atau kematian pada orang lain. Dalam hal lalai atau alpa, pelaku dapat memperkirakan akibat yang akan terjadi dari perbuatannya itu, tetapi ia merasa dapat mencegahnya. Oleh sebab pelaku tidak mengurungkan niatnya untuk berbuat sesuatu itu, maka terhadapnya dapat dipertanggungjawabkan secara pidana karena melakukan perbuatan melawan hukum.[9]
Kelalaian pada diri pelaku terdapat kekurangan pemikiran, kekurangan pengetahuan, dan kekurangan kebijaksanaan. Sehingga jika dipandang dari kealpaan yang disadari, ada kelalaian yang berat dan ada kelalaian yang ringan. Kealpaan yang disadari, pelaku dapat atau mampu membayangkan atau memperkirakan akibat yang ditimbulkan perbuatannya namun ketika melakukan tindakannya, tetap saja menimbulkan akibat fatal kepada orang lain walaupun sudah ada tindakan pencegahan dari pelaku. Kelalaian yang tidak disadari bilamana pelaku tidak dapat atau tidak mampu menyadari atau tidak memperkirakan akan timbulnya sesuatu akibat.[10]
Baik kesengajaan (dolus) maupun kelalaian atau kealpaan (culpa) menurut hukum pidana merupakan suatu perbuatan kesalahan. Oleh sebabnya, hukum pidana harus membuktikan kesalahan tersebut terlebih dahulu agar pelakunya dapat dipertanggungjawabkan. Kedua unsur kesalahan tersebut dianut dalam hukum pidana secara umum di Indonesia dan sampai saat ini masih tetap dipandang sebagai yang lebih baik.
Dipidananya seseorang tidaklah cukup apabila seseorang itu telah melakukan perbuatan yang bertentangan dengan hukum atau bersifat melawan hukum. Walaupun perbuatannya telah memenuhi rumusan delik dalam undang-undang jika tidak terdapat kesalahan, maka terhadapnya tidak dapat dijatuhkan pidana. Dengan kata lain hukum pidana secara umum berkaitan dengan tindak pidana umum (tipidum) harus ada kesalahan (kesengajaan atau kealpaan) sebagaimana telah diuraikan di atas barulah seseorang atau suatu subjek hukum dimaksud dapat dipertanggungjawabkan secara hukum.
Berbeda halnya dengan tindak pidana khusus misalnya pengenaan pidana pada suatu korporasi yang melakukan tindak pidana dalam prakteknya dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan asas baru yaitu asas pertanggungjawaban mutlak (strict liability) yang merupakan kekecualian dari KUH Pidana. Menurut asas ini untuk membuktikan kesalahan saja tidak cukup agar seseorang dapat dipertanggungjawabkan melainkan juga harus melihat nila-nilai moral atau kesusialaan serta keadaan-keadaan batin yang berkembang di tengah-tengah masyarakat, sehingga dapat diterapkan asas baru strict liability ini untuk beberapa ketentuan tindak pidana khusus.[11]
Menurut hukum dikatakan salah karena melakukan pebuatan pidana atau tindak pidana. Perbuatan pidana merupakan perbuatan yang oleh suatu aturan hukum dilarang dan diancam pidana tertentu bagi siapa saja yang melanggar larangan tersebut.[12] Siapa saja yang dimaksud melakukan perbuatan pidana mencakup semua subjek hukum seperti setiap orang atau individu, badan hukum atau bukan badan hukum atau suatu korporasi. Simons, mengatakan perbuatan pidana merupakan suatu tindakan melanggar hukum yang dilakukan dengan sengaja ataupun karena kelalaian dari subjek hukum yang dapat dipertangungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai suatu perbuatan atau tindakan yang dapat dihukum.[13]
Perbuatan pidana dapat diwujudkan dengan kelakuan aktif (positif) sesuai dengan uraian delik yang mensyaratkannya, seperti mencuri yang ditentukan dalam Pasal 362 KUH Pidana disebut delictum commissionis. Ada juga perbuatan pidana yang diwajibkan dengan kelakuan pasif (negatif) sesuai dengan uraian delik yang mensyaratkannya, misalnya pelanggaran terhadap orang yang memerlukan pertolongan seperti yang ditentukan dalam Pasal 531 KUH Pidana disebut delictum omissionis. Contoh kelakua pasif yang lain misalnya Pasal 341 KUH Pidana yang menentukan dimana seorang Ibu yang menghilangkan nyawa anaknya dengan cara tidak memberinya makanan.
Dikatakan sebagai perbuatan pidana, unsur-unsur atau elemen-elemen yang harus ada dalam suatu perbuatan pidana adalah: terdapat kelakuan dan akibat dari perbuatan, hal atau keadaan-keadaan yang menyertai perbuatan, keadaan tambahan yang memberatkan pidana, unsur melawan hukum yang objektif, dan unsur melawan hukum yang subjektif.[14]
Perbuatan subjek hukum yang termasuk ke dalam unsur pokok objektif adalah perbuatan aktif (positif) dan perbuatan tidak aktif (perbuatan negatif). Akibat perbuatan dari subjek hukum tersebut dapat membahayakan atau menghilangkan kepentingan-kepentingan yang dipertahankan oleh hukum misalnya nyawa, badan, kemerdekaan, hak milik/harta benda, atau kehormatan. Keadaan-keadaan tersebut mencakup atas keadaan pada saat perbuatan dilakukan itu dilakukan dan keadaan setelah perbuatan dilakukan. Sifat melawan hukum bertentangan dengan hukum yakni berkenaan dengan larangan atau perintah.[15]
Unsur pokok subjektif didasarkan pada kesalahan (sengaja atau lalai). Menurut pandangan ini, tidak ada hukuman tanpa kesalahan (geen straf zonder schuld). Baik kesengajaan karena sebagai maksud, sengaja sebagai kepastian, sengaja sebagai kemungkinan maupun kealpaan. Kesengajaan dan kelalaian sama-sama dapat dipidana, namun kelalaian atau kealpaan sebagai bentuk kesalahan lebih ringan sanksi pidananya dibandingkan dengan kesengajaan karena kelalaian atau kealpaan disebabkan karena tidak berhati-hatinya pelaku dan tidak menduga-duga akibat perbuatan itu.[16]
Sifat melawan hukum sebagai suatu penilaian objektif terhadap perbuatan dan bukan terhadap si pembuat (subjektif). Dikatakan sebagai sifat melawan hukum secara formil apabila suatu perbuatan telah mencocoki semua unsur yang termuat dalam rumusan delik. Jika ada alasan-alasan pembenar, alasan-alasan tersebut harus juga disebutkan secara tegas dalam undang-undang. Melawan hukum sama dengan melawan undang-undang (hukum tertulis). Dikatakan sebagai sikap melawan hukum secara materil disamping memenuhi syarat-syarat formil, perbuatan itu harus benar-benar dirasakan oleh masyarakat sebagai perbuatan yang tidak patut atau tercela dan telah dilarang oleh hukum.[17]
Menurut hukum pidana, dikenal 2 (dua) ajaran atau aliran dalam hal suatu subjek hukum dapat dijatuhi pidana atau hukum pidana didasarkan pada ajaran monisme dan ajaran dualisme. Ajaran monisme, memandang bahwa seorang yang telah melakukan perbuatan pidana sudah pasti dipidana tanpa harus melihat apakah subjek hukum itu mempunyai kesalahan atau tidak. Sedangkan ajaran dualisme, memandang dalam penjatuhan pidana terhadap seseorang, yang pertama kali dilakukan terlebih dahulu harus diselidiki apakah perbuatan yang telah dituduhkan itu telah memenuhi unsur-unsur rumusan delik. Apabila telah dipenuhi rumusan deliknya kemudian membuktikan apakah ada kesalahan atau tidak dan apakah pembuat itu mampu bertanggung jawab.[18]
Hukum pidana Indonesia awalnya menganut ajaran dualisme di atas, namun sesuai dengan perkembangan kekinian dengan berbagai modus operandi tindak pidana yang dapat mengakibatkan penderitaan atau korban yang berdampak luas misalnya mengakibatkan kerugian bagi masyarakat luas, maka beberapa tindak pidana khusus sesuai dengan bidang tertentu telah menegaskan secara normatif bahwa suatu korporasi yang melakukan suatu tindak pidana dalam prakteknya dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan asas baru ini yaitu asas pertanggungjawaban mutlak (strict liability) yang merupakan kekecualian dari KUH Pidana. Dapat dikatakan bahwa asas strict liability ini muncul dari ajaran monisme yang memandang bahwa seseorang atau suatu subjek hukum dapat dipertanggungjawabkan tanpa menyelidiki apakah terdapat kesalahan atau tidak.
Tentu dalam hal pertanggungjawaban karena kesalahan maupun tanpa kesalahan terhadap seseorang atau badan hukum atau bukan badan hukum atau suatu korporasi sebagai pembuat pidana diperlukan syarat bahwa pembuat pidana harus mampu bertanggung jawab artinya tidak berada pada pengampuan orang lain. Tidaklah mungkin seseorang dapat dipertanggungjawabkan, jika orang tersebut tidak sehat akalnya misalnya orang gila atau orang sakit. Hal ini ditegaskan dalam Pasal 44 ayat (1) KUH Pidana bahwa “Barang siapa mengerjakan sesuatu perbuatan, yang tidak dapat dipertanggungjawabkan kepadanya karena kurang sempurna akalnya atau karena sakit tidak boleh dihukum”.[19]
Kemampuan bertanggung jawab menurut hukum pidana didasarkan pada adanya kemampuan bertanggung jawab untuk membeda-bedakan antara perbuatan yang baik dan yang buruk sesuai dengan aturan hukum dan mana hal perbuatan yang melawan hukum serta mampu untuk menentukan kehendaknya menurut keinsyafannya tentang baik dan buruknya sesuatu perbuatan yang dilakukannya tersebut.[20]


Jumat, 10 Agustus 2012

HARAPAN TERHADAP OJK

Masih ingat kisah film “Pearl Harbour” yang dibintangi Ben Affleck yang diputar tahun 2001? Film ini bercerita tentang penyerbuan militer Jepang ke pangkalan angkatan laut Amerika Serikat di Pulau Oahu, Hawaii, 7 Desember 1941. Ada sekuen kecil dalam film itu yang menarik namun luput dari perhatian sebagian besar penonton, yakni ucapan seorang Laksamana Angkatan Laut (AL) Jepang usai penyerangan yang “gilang-gemilang” itu. “Sepertinya kita sedang membangunkan seorang raksasa yang sedang tidur,” ujar sang Laksamana yang khawatir akan pukulan balik dari militer AS terhadap Jepang di kemudian hari. Dan, benar saja, hal itu terjadi ketika kota Hiroshima dan Nagasaki dibom atom oleh AS. Jepang pun menyerah tanpa syarat dan tercatat dalam sejarah dunia sebagai negara kalah perang.
Agaknya, para petinggi militer Jepang tidak menyerap dengan baik perkataan Sun Tzu sebelum memutuskan untuk menyerang pangkalan Armada Pasifik AS di Pearl Harbour. Bahwa sebelum angkatan bersenjata Jepang tumbuh menjadi negara maju dan moderen, militer Negeri Matahari Terbit itu berguru pada militer AS dalam segala segi. Ibarat murid ingin melawan guru, sudah barang tentu, sang guru masih menyimpan “ilmu pamungkas” yang belum diturunkan kepada muridnya. Pukulan balik sang guru akan mematikan langkah murid yang membangkang. Intinya, militer Jepang tidaklah mengenal siapa musuh yang sedang dihadapi di medan tempur serta terlalu yakin dengan kekuatan diri sendiri.
Bagi Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru saja dibentuk untuk mengatur dan mengawasi perbankan di Indonesia hendaknya tidak bersikap arogansi ketika melaksanakan tugas nantinya. Prinsip mengenal medan tempur (know your battle field) hendaknya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh DK OJK sebelum bertempur dalam penanganan perbankan.